Presiden Mauritania Terima Menlu Maroko Mendekati Pertemuan Jenewa

Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita, hari Jumat lalu (2/11) diterima Presiden Mauritania, Mohamed Ould Abdel Aziz, di Istana Negara di  Nouakchott.


Dalam pertemuan itu, Menlu Bourita membawa pesan khusus dari Raja Muhammad VI.

Dalam pernyataan bersama di akhir pertemuan, Menlu Bourita mengatakan pesan khusus yang dibawanya dalam pertemuan dengan Presiden Abdel Aziz terkait dengan hubungan bilateral kedua negara dan situasi di kawasan.

Kedua kepala negara, sebutnya, memiliki keinginan yang sama untuk meningkatkan hubungan kedua negara ke level yang sepantasnya. Terlebih, Maroko dan Mauritania adalah dua negara yang memiliki hubungan kuat sejak lama dan masyarakat kedua negara merupakan saudara.

Kunjungan Menlu Bourita menyusul Resolusi 2440 Dewan Keamanan PBB mengenai sengketa Sahara Barat. Dalam Resolusi 2440 Polisario, Aljazair dan Mauritania diminta untuk memberikan respon positif untuk berpartisipasi dalam pertemuan di Jenewa tanggal 5 dan 6 Desember mendatang.

Sengketa Sahara Barat dipicu oleh klaim Polisario atas wilayah Sahara di selatan Maroko. Polisario didirikan pada tahun 1973 di Kamp Tindouf, Aljazair. Awalnya milisi bersenjata ini berjuang bahu membahu untuk membebaskan Sahara dari kolonialisasi Spanyol.

Pada November 1975, menyusul krisis di dalam negeri, Spanyol memutuskan untuk menarik diri dari Sahara. Kepergiaan Spanyol ini diikuti klaim Mauritania juga Polisario yang didukung Aljazair atas sebagian wilayah yang ditinggalkan itu.

Pada tahun 1979, Mauritania memutuskan untuk mencabut klaimnya atas tanah yang dipersengketakan. Adapun Polisario yang dipengaruhi dan dilindungi serta dipersenjatai Aljazair mempertahankan klaimnya. Pertempuran antara Maroko melawan Polisario yang didukung Aljazair berlangsung hingga gencatan senjata di tahun 1991.

Wilayah yang dikenal sebagai Sahara Barat adalah milik Maroko jauh sebelum Perjanjian Fez 1912 ditandatangani antara Maroko, Prancis dan Spanyol. Dalam perjanjian itu, Prancis menjadi pelindung silayah utara Maroko. Sementara Spanyol menduduki wilayah selatan Maroko dan dua kantong di utara di sisi Mediterania