Abu Tholut: Taliban Berkuasa Bukan Ancaman Terorisme di Indonesia

Berkuasanya kembali Taliban di Afghanistan diyakini tak akan menjadi ancaman bagi Indonesia dengan bangkitnya gerakan terorisme di tanah air.


"Bagi saya ini biasa-biasa saja. Jangan dinilai berlebihan, tidak perlu ditakuti, akan menjadi ancaman terorisme di Indonesia,' demikian diungkapkan mantan pimpinan Jamaah Islamiyah (JI) Abu Tholut, dalam webinar "Dampak Kepemimpinan Taliban terhadap Aksi Terorisme di Indonesia", Sabtu (21/8).

Webinar yang digelar Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI,  menghadirkan Abu Tholut, Ali Abdullah Wibisono, Ph.D (dosen prodi HI dan prodi kajian terorisme SKSG UI), Faisal Assegaf (founder Albalad.co), dan KH As'ad Said Ali (Waketum PBNU 2010-2015).

Menurut pria bernama asli Imron Byhaqi ini, tidak ada bukti empiris bahwa suatu kemenangan gerakan di luar negeri memicu aksi terorisme di tanah air. Yang ada, kata dia, hanya menimbulkan euforia di banyak negara, termasuk Indonesia, seperti  kemenangan pemimpin Revolusi Iran, Ayatollah Khomeini, pada 1979. Namun, tidak ada gerakan terorisme yang muncul.

Kedua, kemenangan Mujahidin di Afghanistan pada 1992 juga tidak berdampak sama sekali. Baru pada 1999 atau 7 tahun setelah kemenangan Mujahidin, ada konflik Ambon yang memicu bom Natal. 

"Yang ada adalah euforia di dalam negeri. Banyak kelompok di sini itu justru membenci Taliban. Mereka itu pro-ISIS dan Al Qaeda, makanya ada bom Thamrin, Kampung Melayu, bom Gereja Surabaya. Ini dilakukan kelompok pro ISIS bukan Taliban," tegas pria yang pernah ikut berjuang di Afghanistan, yang punya nama lain Mustofa ini.

Faisal Assegaf (founder Albalad.co) menilai, kemenangan Taliban sudah dipersiapkan jauh hari, setelah mereka berunding dengan AS. 

"Jadi, ini strategi baru Taliban untuk bisa berkuasa di Afghanistan. Apakah Taliban berubah? Saya jawab iya, sebab ini strategi mereka untuk berkuasa. Kalau tidak, maka tak mungkin mereka membiarkan evakuasi besar-besaran dari Kabul," ujarnya.

Menurut Faisal, kemenangan itu sontak ditanggapi sinis ISIS yang menuding kemenangan Taliban itu bukan kemenangan jihad Islam. 

"ISIS menganggap itu kemenangan karena perundingan dengan AS. Taliban berubah tidak lagi garang, karena ini strateginya untuk menarik simpati rakyat Afghanistan dan merebut dukungan dunia internasional," tegasnya.