Aging Population dan Cyber Counseling


Saat ini, penambahan jumlah populasi lansia (aging population) jauh lebih cepat dibandingkan masa yang lalu. Antara tahun 2015 dan 2050, populasi lansia di dunia yang berusia 60 tahun keatas hampir dua kali lipat dari 12% menjadi 22% (https://www.who.int). Di Indonesia, data menunjukan bahwa pada tahun 2021, jumlah lansia mencapai 10,82% atau sekitar 29,3 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2045 lansia Indonesia akan mencapai hampir seperlima dari seluruh penduduk Indonesia (https://www.bps.go.id). 

Di Provinsi Jawa Tengah, hasil sensus penduduk menunjukan bahwa persentase penduduk lansia meningkat, dari 12,22% pada tahun 2020 menjadi 12,71% pada tahun 2021 (https://jateng.bps.go.id). Fenomena penuaan penduduk (ageing population) ini akan menjadi bonus demografi kedua bagi dunia. Ketika suatu negara mengalami peningkatan populasi lansia yang masih produktif dan dapat memberikan sumbangan bagi perekonomian, maka negara tersebut tengah mengalami bonus demografi kedua (Heryanah, 2015).

 Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2035 dan pada tahun 2045 akan memasuki aging society atau aging population. 

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa strategi nasional kelanjutusiaan ditujukan dalam rangka mewujudkan lanjut usia yang mandiri, sejahtera dan bermartabat. Salah satu strategi yang disebutkan dalam pasal 4 meliputi peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia. 

 Strategi mewujudkan lansia SMART (Sehat, Mandiri, Aktif, Produktif) membutuhkan perhatian dan kerjasama dengan berbagai pihak karena lansia termasuk golongan yang rentan. Periode lansia merupakan fase dimana seseorang mengalami penuaan (aging) sehingga terjadi perubahan yang cenderung menurun (degeneratif) dari berbagai aspek seperti perubahan fisik, kognitif, dan sosioemosional yang tentunya dapat menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan baik fisik maupun psikologis. Salah satu upaya untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah lansia adalah dengan memberikan konseling. Layanan konseling bagi lansia akan tepat diberikan dan sangat membantu apabila fleksibel dan praktis serta berfokus langsung pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh lanjut usia. 

Lansia Milenial

Berdasarkan Perpres No. 88 Tahun 2021 dijelaskan bahwa yang disebut lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Jika diperkirakan Indonesia akan mengalami aging population pada tahun 2045, maka mereka adalah lansia yang lahir sekitar tahun 1980an atau sekarang sebagai generasi milenial. Karakteristik utama milenial adalah melibatkan penggunaan teknologi dalam segala bidang kehidupan. Selain itu karakteristik milenial dalam buku Generasi Millenials Indonesia yaitu ingin serba cepat, mudah berpindah pekerjaan dalam  waktu singkat, kreatif, dinamis, dekat dengan media sosial (Sebastian, 2016). 

Kondisi fisik, psikis, sosial, dan ekonomi lansia yang semakin menurun seringkali diartikan negatif dan dianggap sebagai beban dalam masyarakat. Padahal lansia memiliki nilai lebih jika dilihat dari sisi pengalaman, pengetahuan, keahlian dan kearifan. Lansia yang SMART masih bisa berkontribusi bahkan berpotensi dalam kehidupan bermasyarakat. Lansia milenial memiliki ciri-ciri (i) mempunyai pemikiran alternatif; (ii) ingin menikmati hidup yang aktif, bersemangat dan tidak membosankan, masih mempunyai cita-cita yang ingin dicapai, memiliki kebanggaan ketika berkontribusi kepada masyarakat; dan (iii) memiliki pola pikir (mindset) milenial (Tjandrakusuma, 2019).

Cyber Counseling menuju lansia yang SMART 

Selama ini asumsi bahwa lansia sebagai beban masyarakat harus dibalik menjadi lansia sebagai potensi pembangunan. Berbagai perubahan pada lansia yaitu lemah, kulit yang mulai keriput dan mengendur, rambut yang beruban, gigi yang ompong, pendengaran dan penglihatan mulai menurun, sakit-sakitan, pikun, cepat lelah dan lain sebagainya. Perubahan inilah yang dijadikan momok oleh masyarakat sebagai sesuatu yang menyakitkan dan ditakutkan, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dalam kehidupan lansia. 

Menjadi tua adalah sebuah keniscayaan yang seharusnya sudah dapat diterima dengan penuh tanggungjawab, sehingga dibutuhkan bantuan pada lansia untuk mampu menghadapinya. Menjadi lansia yang SMART harus terbebas dari berbagai permasalahan hidup, oleh karena itu dibutuhkan inovasi bimbingan dan konseling. 

Adanya keterbatasan mobilitas pada lansia maka perlu adanya pemanfaatan teknologi terutama generasi lansia milenial, sehingga cyber conseling menjadi inovasi dalam membantu menyelesaikan masalah lansia.  Cyber Counseling adalah salah satu model konseling yang bersifat virtual atau konseling yang berlangsung melalui bantuan koneksi internet dimana konselor dan konseli tidak hadir secara fisik pada ruang dan waktu yang sama, dalam hal ini proses konseling berlangsung melalui internet dalam bentuk web-site, e-mail, facebook, video conference (yahoo massangger) dan ide inovatif lainnya (Pasnawati, 2016). 

Dalam cyber counseling pada lansia terdapat ragam pelayanan konseling, yang meliputi preventif, kuratif dan rehabilitative (Triningtiyas & Muhayati, 2018). Melalui berbagai program dalam cyber counseling seperti pendidikan, penyembuhan dan pendampingan secara online diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk menghadapi aging population sehingga tercapai generasi lansia milenial yang SMART.

Penulis, Dosen FUHUM UIN Walisongo Semarang dan Mahasiswa Program Doktoral Pendidikan Bimbingan dan Konseling UNNES.