Akui Bebani Negara, Ketua Kadin Jateng Setuju Batasi BBM Subsidi untuk Mobil Mewah

Ketua Kadin Jateng Harry Nuryanto Soediro.
Ketua Kadin Jateng Harry Nuryanto Soediro.

Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Jawa Tengah, Harry Nuryanto Soediro mendukung rencana pemerintah yang akan membatasi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk mobil mewah. Hal ini karena sudah seharusnya subsidi diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan, yakni masyarakat kalangan menengah ke bawah.


Harry mengatakan, subsidi BBM yang saat ini mencapai Rp500 triliun sangat membebani negara. Dengan begitu, sudah seharusnya masyarakat kelas atas bisa bergotong royong membantu negara dengan tidak mengkonsumsi BBM bersubsidi.

"Sudah semestinya para pengusaha yang mampu untuk membantu pemerintah, karena subsidi sebesar itu dibebankan negara. Kita seharusnya bisa gotong royong membantu," kata Harry, Kamis (23/6). 

Menurut Harry, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi mobil mewah tidak akan berpengaruh signifikan pada roda bisnis. Namun demikian, untuk masyarakat umum, termasuk buruh dan angkutan umum, tetap harus mendapatkan subsidi, agar tetap mampu menjalankan roda perekonomian. 

"Saya pikir tidak akan ada pengaruh yang signifikan untuk kendaraan mewah, karena mereka memang mampu untuk membeli BBM non subsidi. Tapi kalau seperti buruh, angkot dan masyarakat umum tetap perlu  disubsidi," tegasnya. 

Saat ini, kata dia, pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor transportasi mulai berangsur pulih setelah sempat terhenti akibat pandemi virus corona. Untuk itu, pihaknya  berharap adanya subsidi silang dalam kebijakan BBM bersubsidi, sehingga roda perekonomian tetap berjalan, sekaligus meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

"Dengan harga minyak dunia sekarang, saya rasa menaikkan harga Pertalite dan Pertamax juga tidak masalah. Nanti selisihnya bisa digunakan untuk subsidi bagi yang berhak," ungkapnya. 

Wakil Ketua DPRD Jateng, Quatly Abdulkadir Alkatiri mengatakan, selain melakukan pembatasan pembelian BBM bersubsidi, pemerintah harusnya juga memperbaiki sarana transportasi publik, untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi, serta kemacetan yang berdampak tingginya konsumsi BBM.

"Perlu ada perimbangan selain pembatasan BBM, jadi Pemda juga perlu memperbanyak kendaraan umum untuk menghindari kemacetan," ujarnya. 

Quatly juga setuju dengan rencana perubahan pola subsidi dari barang menjadi subsidi ke orang secara langsung, agar lebih tepat sasaran. Namun ia mengingatkan, perlunya ada kedisiplinan dalam pengawasan penyaluran subsidi, agar tidak terjadi penyimpangan.

"Harus ada pengawasan dan kedisiplinan dalam penyaluran subsidi itu, supaya jangan sampai orang yang tidak berhak malah dapat subsidinya," tegas Quatly. 

Penerapan pembelian BBM dengan menggunakan aplikasi MyPertamina, kata dia,  nantinya juga harus ada pengawasan dan evaluasi, terkait dengan pendataan, yang selama ini menjadi masalah klasik dan belum juga terselesaikan oleh pemerintah.

"Tidak masalah dengan penggunaan aplikasi, karena kembalinya kan ke data. Nah, itu mesti diawasi dan dievaluasi, supaya tidak terjadi salah data, seperti yang terjadi pada Bansos," pungkasnya.