Assalamualaikum Eisti - Ali

Entah mimpi apa, seorang Eisti’anah mendapat pulung menjadi Bupati Demak. Istilah pulung menjadi relevan, apalagi ini berelasi dengan entitas Jawa sebagai makro kosmos, atau jagad gede yang perlu dipahami nilai-nilainya. Tak sembarang orang bisa memimpin Demak. Karena dia harus bisa ‘Memayu Hayuning Bawano’ dan juga Manjing - Ajur - Ajer, Suro Diro Joyoningkrat lebur dening pangastuti.


Entah mimpi apa, seorang Eisti’anah mendapat pulung menjadi Bupati Demak. Istilah pulung menjadi relevan, apalagi ini berelasi dengan entitas Jawa sebagai makro kosmos, atau jagad gede yang perlu dipahami nilai-nilainya. Tak sembarang orang bisa memimpin Demak. Karena dia harus bisa ‘Memayu Hayuning Bawano’ dan juga Manjing - Ajur - Ajer, Suro Diro Joyoningkrat lebur dening pangastuti.

Petrus Josephus Zoetmulder, S.J, kemudian juga Ben Anderson menyuguh kita fenomena klasik sebagai sebuah renungan. Jangan salah Zoetmulder dan Anderson adalah Begawan Jawa meski dia terlahir sebagai orang bule. Soal Jawa, soal Kejawen dan Islam Jawa merupakan pergulatan penting mereka. Artinya ada sebuah konteks ketika kita merelasikan fenomena yang terjadi di depan mata, seperti dinamika yang menggugah relung bathin.

Kembali ke Eisti’anah siapa sesungguhnya wanita ini? Adakah dia darah biru yang mendapat Wahyu Cakroningkrat, atau titisan Ratu Kalinyamat yang begitu melegenda. Pertanyaan ini wajar mengemuka bagi orang awam, seperti saya karena Eisti’anah selama ini tak banyak diketahui publik kiprahnya. Bahwa dia seorang dokter, seorang wanita, usahawan yang tajir bukan perkara penting di sini.

Yang menonjol dari seorang Eisti adalah sang bokap, yakni Nur Halim. Dia adalah seorang pengusaha konstruksi yang punya pengaruh dan modal kapital memadai. Portofolio itulah yang menjadi kapita selecta sekaligus modal politik seorang Eisti, sekaligus jalan tol mengarungi gelanggang politik suami dari dr M Zaky Ma’ardi.

Hebat dan selamat, dua kata itu pantas disematkan untuk sukses Eisti merebut kursi Demak Satu. Kalau kita percaya kata kata Tukul Arowana, komedian kelas wahid bahwa sukses tidak luput dari kristalisasi keringat, maka prestasi Eisti bukanlah durian runtuh begitu saja. Ada sebuah proses, ada kerja keras dan juga ikhtiar tak terukur dengan doa menjadi penghubung sang penguasa langit.

Eisti sendiri tercatat sebagai wanita kedua yang menduduki Bupati di Kota Wali Demak. Sebelumnya ada nama Endang Setyaningdyah yang menjabat periode 2001 -2006. Tampilnya mantan istri Sukawi Sutarif ketika itu sempat membuat gempar, bin heboh publik Kota Wali. Betapa tidak, sebuah wilayah yang menorehkan sejarah agung perkembangan Islam yang begitu mendunia tiba tiba dipimpin seorang wanita.

Untung masyarakat Demak cukup dewasa. Mereka tak mempersoalkan pemimpin itu harus lelaki, meski Kerajaan Demak Bintoro adalah legenda nyata patronage dalam konteks pemerintahan Islam. Artinya sekarang pun dengan tampilnya Eisti saya berkeyakinan Demak akan tetap damai damai saja. Kecuali distorsi sosial mengalami eskalasi oleh anasir anasir sempit yang pekerjaannya menabur angin rebut.

Ya, Eisti’anah - Ali Makhsun dipastikan akan menjadi duo pemimpin Demak. KPU setempat juga telah menetapkan putri dari tokoh Demak Nur Halim ini pengumpulan angkanya melampui pasangan lain, yakni Mugiyono - Muhamad Badrudin. Eisti-Ali berhasil mendulang 346.878 suara, sedangkan Mugiyono - Muhamad Badrudin meraup 263.624 suara. Jumlah total suara pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak pada 9 Desember 2020 sebanyak 625.792 suara. Sedangkan jumlah suara tidak sah berjumlah 15.290 suara.

Diplomasi Demak

Meski landai nyaris tanpa gejolak, ketika merebut kursi Demak Satu, sesungguhnya tugas Eisti bukannya ringan. Tugas itu berat. Apalagi rentang waktu pengabdiannya cukup pendek. Untuk diketahui pemerintahan Eisti yang mesti diemban lima tahun, karena dikonversikan dengan agenda Pilkada serentak lalu hanya akan berjalan tiga tahun saja.

Nah, aspek ini menjadi persoalan tersendiri terkait dengan konsolidasi birokrasi. Demak sekarang sedang menggeliat dengan sejumlah prestasi di beberapa bidang, seperti Sp4n Lapor, kemudian Keterbukaan Informasi Award Tingkat Jateng, dan baru saja mencanangkan terobosan digital lewat program SEDEB.
Peluncuran SEDEB bahkan juga diapresiasi publik nasional. Ini artinya kini Demak tak lagi dipandang sebagai wilayah rural. Pun juga capaian WTP empat kali berturut turut adalah capaian yang lain.

Lalu bagaimana jika transisi pemerintahan tak berlangsung smoth, apalagi penyakit main rombak birokrasi dilakukan serampangan. Kalau ini terjadi Demak akan kembali setback menjadi perdikan agraris yang hanya mengandalkan komoditas Blekek dan juga budidaya Jambu. Apakah seperti itu?? Ini yang bagi saya publik perlu ikut peduli dan mengawal.

Setidaknya transisi dari HM Natsir - Joko Sutanto ke Kabinet Eisti- Ali mengedepankan proses assestment yang berpijak pada kinerja. Kalau itu bisa terjadi sungguh luar biasa. Sang patron, dalam hal ini Nur Halim juga tak lantas menjadikan putrinya seperti Cinderela apalagi boneka untuk ambisi ambisi yang lain.

Inilah inti dari yang mesti disangga semua pihak. Harapan publik semoga aspirasinya juga terdengar, apalagi dalam proses transisi awal Joko Sutanto cukup bisa menjadi jembatan. Faktor lain yang tidak kalah penting soal ini adalah keberadaaan Sekda. Singgih Setyono diakui atau tidak telah mampu menjadi lokomotif dengan inovasi yang membuahkan prestasi.

Kelindan kemitraan antara komponen komponen itu, yang direpresentasikan Singgih menjadi penting agar Eisti akan on track menjadi Kalinyamat mileneal, bukan sebaliknya membiarkan kesempatan kesempatan emas, juga peluang tidak terberdayakan. Tambahan juga, waktu tiga tahun terlalu pendek untuk melakukan perombakan, apalagi mengacak acak.

Karena kerugian alias distorsi yang terjadi akan cukup nyata. Itulah yang mesti dicermati agar dinamika tetap menjadi dinamika bukan sebuah turbulensi. Sebagai Bupati baru, yang notabene merupakan representasi generasi mileneal Eisti mesti langsung tune in dengan dunia itu. Karena jika kemudian ada lack yang mengakibatkan konsolidasi birokrasi, apalagi berdampak pada layanan publik pada gilirannya akan menstimulasi chaos tersendiri.

Pada masanya, lepas dari stigma tentang kondisi geografis, secara spiritual dan politis Demak menorehkan catatan yang luar biasa. Era keemasan Demak, ini yang perlu dicatat bahwa secara politis pengaruhnya diakui negara manca. Sejarah menyebut ada pengusaha besar dari Aceh atau kerajaan Samudra Pasai, yakni Pangeran Hadirin yang menikah dengan putri Sultan Trenggono, yaitu Kanjeng Ratu Kalinyamat.

Pangeran Hadirin dan Ratu Kalinyamat menjadi orang yang kaya raya. Usahanya meliputi perdagangan, pelayaran, pelabuhan, pertukangan, perkebunan dan pertanian. Tokoh ini merupakan sponsor dan donatur Kasultanan Demak Bintoro. Jasanya sungguh besar.
Berkat perjuangan pada rakyat, beliau dipercaya menjadi Bupati Jepara pertama. Ratu Kalinyamat juga mendidik Bupati Glagahwangi, Purbalingga, Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas, Tegal, Batang, Kendal dan Madiun. Ratu Kalinyamat sponsor utama kepala daerah masa Kasultanan Demak Bintara. Kebudayaan Jawa dan Islam mengalami pembaruan. Kitab tasawuf disusun dengan menggunakan metrum tembang macapat. Misalnya suluk Sunan Bonang, suluk sujinah, suluk Malang Sumirang, suluk Syekh Malaya suluk Tekawardi. Semua membahas ilmu makrifat Kejawen.

Sasmitaning ngaurip puniki. Mapan ewuh yen tan weruha. Tan jumeneng ing uripe. Banyak simbol simbol Islam Kejawen yang perlu pemahaman semiotik. Perlu studi khusus untuk memahami Islam Kejawen yang memadukan agama dan budaya Jawa.Perpaduan harmonis antara tasawuf Islam dengan ajaran Kejawen tersaji dalam cerita dewaruci. Di sana lantas dikenal adanya istilah Manunggaling kawula Gusti. Ungkapan ini mengandung pengertian teologis, sosiologis dan politis yang berurat berakar hingga sekarang.

Arab digarap, Jawa Digawa
Fenomena lain yang perlu disangga dan disadari Eisti adalah bahwa dia memimpin Demak, daerah yang menjadi cikal bakal sebuah tonggak sejarah Islam. Bagaimana sebagai seorang umara dia mampu meleburkan diri bersama ulama yang ada di sana. Raden Patah mendirikan Kasultanan Demak Bintara atas restu wali sanga. Beliau juga didorong oleh Bupati pesisir. Tanah Jawa melakukan akulturasi budaya Hindu, Budha dan Islam. Hasilnya adalah pola keselarasan hidup berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks sekarang, bagaimana nilai nilai di atas dapat ditransformasi menopang eksistensi kepemimpinnnaya. Kalau itu dapat dia rengkuh, maka Esti akan membuat sejarah, sebaliknya jika sekadar melakoni saja tanpa visi serta landasan filosofis yang membumi, maka dia akan susah mematerikan sebagai pemimpin Demak.

Ada pepatah bagus, Arab digarap Jawa digawa. Begitulah metode para wali dalam menyampaikan ajaran luhur. Pendukung utama Kerajaan Demak Bintoro yaitu Wali Songo. Masyarakat percaya bahwa Wali Songo termasuk orang yang memiliki daya linuwih. Wali Songo memang sakti mondroguno.

Pada jaman kerajaan Demak Bintoro Wali Songo menjadi penasihat utama raja dan pejabat istana. Di samping itu Wali Songo juga menjadi pembimbing masyarakat yang tinggal di perkotaan, pedesaan dan pegunungan. Para raja Jawa, terutama Kraton Demak, Pajang, Mataram menempatkan Wali sanga sebagai penasihat spiritual kerajaan. Beliau tampil berwibawa. Nasihatnya adalah sabda brahmana raja.

Perpaduan harmonis antara tasawuf Islam dengan ajaran Kejawen tersaji dalam cerita dewaruci. Di sana lantas dikenal adanya istilah Manunggaling kawula Gusti. Ungkapan ini mengandung pengertian teologis, sosiologis dan politis. Pemikiran yang lahir sejak jaman Kraton Demak Bintara ini amat populer di lingkungan Kejawen.

Akhirnya menutup tulisan ini, mari kita memberikan kesempatan pada Eisti’anah untuk menjadi srikandi yang menahkodai Demak. Hasil dari sebuah proses Demokrasi menjadi manifestasi yang bijak untuk ditunaikan. Sesuatu yang diniati baik dan ditunaikan baik pastilah akan memberikan keberkahan.


*Jayanto Arus Adi
Adalah Pemimpim Umum RMOL Jateng, Pokja Hukum Dewan Pers, dan Tenaga Ahli DPR RI