Berhadapan dalam Sidang, Terdakwa Tagihan Fiktif Pelabuhan PLTU Batang Bantah Kesaksian Mantan Bosnya

Terdakwa kasus pidana dugaan tagihan fiktif Pelabuhan Khusus PLTU Batang, Rosi Yunita membantah seluruh pernyataan saksi Direktur PT Aquila Transindo Utama (ATU) M Rondhi. Bantahan Rosi pada mantan bosnya itu terjadi saat sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Pekalongan.


Sidang pemeriksaan saksi itu berlangsung sejak pukul 13.00 hingga malam hari, sekira pukul 22.00 Wib. Ada empat saksi dari PT ATU yang dihadirkan yaitu kapten pandu Agus Pujo, Manajer Keuangan Ari Cahyono, Supervisor Ahmad Zaenuri dan terakhir Direktur PT ATU.

Sidang dengan majelis hakim yang diketuai Mukhtari dengan hakim anggota Budi Setyawan dan Hilarius Grahita itu sendiri mengagendakan pemeriksaan para saksi. Ada 4 orang yang diperiksa, salah satunya yaitu Direktur PT Aquila Transindo Utama (ATU), M Rondhi.

Rosi membantah bahwa jobdesknya sebagai radio operator tidak bertugas membuat Surat Perintah Kerja. Lalu, ia menyebut tanggung jawab itu melekat pada supervisor.

"Saya hanya bertugas sebagai radio operator yang bertugas sebagai halo halo. Yang bertanggung jawab membuat SPK adalah radio operator kurang tepat yang mulia," katanya, Selasa (1/11) malam.

Rosi juga mengatakan tidak pernah melihat Surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Dalam sidang, terdakwa juga membantah mendapat apresiasi dari perusahaan seperti yang disampaikan mantan Bosnya. Ia menyatakan tidak mendapat apresiasi papun.

"Yang dimaksud keterangan saksi, itu tidak benar yang mulia. Saya tidak pernah mendapatkan apresiasi apapun dalam bentuk pekerjaan, atau jabatan yang lebih tinggi,"ujarnya.

Saksi Rondhi menyatakan tetap pada keterangannya bahwa bahwa surat PKWT memang yang memegang hanya HRD. Lalu menyatakan bahwa dalan perjanjian kerja disebutkan karyawan berkewajiban menaati peraturan perusahaan, termasuk di dalamnya adalah jobdesk.

Lalu terkait dengan SPK, Rondhi menyebut bahwa tugas Rosi antara lain menerima surat permohonan jasa pemanduan hingga mengingatkan SPK. Meski ia mengakui bahwa SPK merupakan tanggung jawab supervisornya.

"Apresiasi yang saya maksud adalah perpanjangan masa kerja," jawab Rondhi terhadap bantahan terdakwa.

Kuasa hukum terdakwa, Suparno menyatakan ada yang kontradiktif dalam pernyataan para saksi. Namun ada juga beberapa poin yang menguntungkan atau meringankan rosi.

Terkait dengan PKWT, ia menegaskan kembali kliennya tidak menerima apresiasi apapun. Bahkan, Rosi pun tidak menerima gaji

"Kalau menurut saya, kasus ini kurang para pihak. Proses dari awal hingga keluarnya invoice kan melewati beberapa tahap,"jelasnya.

Suparno mengatakan para pihak yang dimaksud adalah seharusnya ada terdakwa lain. Posisi Rosi sebagai staf terbawah tidak mungkin bekerja sendiri tanpa ada perintah dari atasan.

Kemudian, ia juga mempertanyakan keluarnya dua invoice dengan nilai berbeda. Baginya, apapun alasannya, dua invoice dengan nilai yang berbeda merupakan hal janggal.

Dalam sidang itu terungkap juga tidak ada pelayanan pada PT Sparta Putra Adhyaksa (PT SPA). Lalu salah satu saksi, Agus Pujo menyatakan tidak pernah mengisi sejumlah formulir sebagai dasar terbitnya pra nota hingga munculnya invoice. 

Lalu, saksi Supervisor PT ATU Ahmad Zaenuri juga mengakui bertanggung jawab keluarnya SPK. Di sisi lain, ia juga mengakui tanda tangan pada invoice yang keluar.