Kasus satu keluarga di Kota Pekalongan yang didakwa menyerobot tanah di Jalan Kartini berlanjut di luar ruang persidangan.
- Mediasi Buntu, Nasib Nasabah BRI Pekalongan yang Rekeningnya Dibekukan Masih Menggantung
- Sampan Digifest 2024 Pekalongan: Nonton Guyon Waton Cukup Rp 1 Pakai QRIS
- Duplik Sekeluarga Terdakwa, Kuasa Hukum Minta Hakim Bebas dari Tuntutan
Baca Juga
Kuasa hukum terdakwa, Nasokha beserta LBH Adhyaksa mendatangi kantor ATR/BPN (Kantor Pertanahan) Kota Pekalongan untuk meminta penegasan status quo tanah di jalan Kartini. Kedua pihak melakukan audiensi.
"Jika tanah status quo apakah bisa orang dilaporkan pidana? Karena itu kan kembali ke negara," kata Nasokha, Rabu (3/7).
Keempat terdakwa adalah Lanny Setyawati (74) dan tiga anaknya yakni Titin Lutiarso, Haryono serta Lilyana.
Keempatnya dilaporkan oleh Felly Anggraini dengan tuduhan menyerobot tanah orang secara paksa. Objek sengketa adalah sengketa lahan dan bangunan di Jalan RA Kartini, Kauman, Pekalongan Timur.
Ada dua sertifikat, masing-masing nomor 00037 dengan luas 420 meter persegi dan nomor 00038 dengan luas 1013 meter persegi.
Ia menyebut pada audiensi ada beberapa hal janggal dari keterangan pihak kantor pertanahan Kota Pekalongan. Hal yang jadi sorotannya adalah kantah Kota Pekalongan menyebut status SHGB jalan Kartini berakhir pada 16 Mei 2021.
"Karena perhitungan kami sertifikat HGB terbit tahun 1981, ditambah 30 tahun jadi seharusnya 2011. Itu BPN menghitung 2021, oke, kita terima, " tuturnya.
Nasokha menyebut pihaknya menerima meski janggal. Sebab, meski izin SHGB selesai 2021, berarti sejak saat itu hingga 2024, status tanah adalah status quo dan kembali ke negara.
Sehingga seseorang tidak punya hak untuk melaporkan bahwa itu melakukan perbuatan melawan hukum dalam pasal 167 KUHP atau tentang penyerobotan tanah.
"Sekalipun agak tegang tadi, tapi akhirnya BPN keluar kata-kata status quo. Ini yang menurut kami, kunci kami. Semoga putusan pengadilan menguntungkan kami, kalau pun tidak, kami akan melakukan upaya banding, " ujarnya.
Hal yang janggal lainnya adalah terkait proses balik nama SHGB di dari Lukito ke Hidayat Tandapranata berdasarkan Akta Jual Beli. Seharusnya pada proses AJB ditandangani suami istri dan hal itu wajib.
Namun, pihak Kantah membantah bahwa persyaratan untuk balik nama yang diterima dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sudah lengkap. Alasannya, tanda tangan istri sudah dikuasakan ke suami.
"Di persidangan pun surat kuasa tidak diperlihatkan, saat ditunjukkan langsung ditarik lagi. Berarti Khan ada kekhawatiran di situ," jelasnya.
Nasokha yakin pada sidang putusan, majelis hakim jeli terhadap fakta fakta itu. Sehingga putusan sidang pidana bisa berakhir onslag.
Kepala seksi pengendalian dan penanganan sengketa, Kantah Kota Pekalongan, Maryanto menyebut bahwa pernah ada perpanjangan SHGB pada 2001. Maka dari itu masa berakhirnya 2021.
Terkait tandatangan, ia menyebut pihak PPAT menyebut bahwa Lenny Setiawati sudah memberikan kuasa pada suaminya Lukito saat AJB.
"Dan itu memang tidak tanda tangan di Akta Jual Beli," ucapnya.
Di sisi lain, pihaknya tidak bisa berkomentar banyak terhadap hal-hal yang sedang dalam proses persidangan. Namun pihaknya mengapresiasi masukkan dari kuasa hukum serta LBH Adhyaksa yang melakukan audiensi itu.
- Terjadi Juga: Eksekusi Rumah Dinas PT KAI Kompleks Eks PJKA
- Puluhan KK Tolak Rumahnya Di Eks-PJKA Digusur, Harap Mediasi Agar Tanah dan Bangunan Bisa Jadi Hak Milik Warga
- Eksekusi Pengosongan Rumah Di Semarang, Picu Kericuhan Dan Isak Tangis