Dirut BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti: Tahun ini, Titik Balik Transformasi Mutu Layanan

Dirut BPJS Kesehatan Ghufron Mukti, saat kegiatan Media Workshop dengan tema Transformasi Mutu Layanan JKN, Wujudkan Layanan JKN Berkesinambungan, di aula RS Pelita Insani, Banjarmasin,  Rabu (1/11).
Dirut BPJS Kesehatan Ghufron Mukti, saat kegiatan Media Workshop dengan tema Transformasi Mutu Layanan JKN, Wujudkan Layanan JKN Berkesinambungan, di aula RS Pelita Insani, Banjarmasin, Rabu (1/11).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menegaskan, tahun ini merupakan titik balik BPJS Kesehatan melakukan upaya Transformasi Mutu Layanan.


"BPJS Kesehatan senantiasa berupaya meningkatkan mutu layanan Program JKN melalui berbagai terobosan layanan yang mudah, cepat dan setara,” kata Ghufron saat kegiatan Media Workshop dengan tema Transformasi Mutu Layanan JKN, Wujudkan Layanan JKN Berkesinambungan, di aula RS Pelita Insani, Banjarmasin,  Rabu (1/11).

Ghufron menegaskan, negara melalui BPJS Kesehatan telah menghadirkan sistem jaminan sosial lewat Program JKN agar seluruh masyarakat Indonesia bisa mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah. Seiring perkembangannya, peserta berharap agar kualitas pelayanan juga perlu ditingkatkan agar seluruh peserta bisa mengakses layanan dengan sangat mudah.

Saat ini, kata dia,  BPJS Kesehatan senantiasa berupaya dalam memperluas kerja sama dengan fasilitas kesehatan. Di sisi lain, BPJS Kesehatan juga mendorong seluruh fasilitas kesehatan, baik swasta maupun milik pemerintah, untuk aktif memenuhi kebutuhan masyarakat dengan mengembangkan ketersediaan sarana prasarana dan meningkatkan mutu pelayanannya. Hal ini dilakukan dengan harapan peserta JKN juga merasakan mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas secara merata dan sama baik peserta yang ada di perkotaan maupun di wilayah-wilayah terpencil.

“Saat ini BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.361 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 3.018 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Perkembangan ini juga kami imbangi dengan peningkatan kualitas layanan,” tambah Ghufron.

BPJS Kesehatan juga bekerja sama dengan Rumah Sakit Bergerak,  dengan harapan memberikan kemudahan dalam kolaborasi antara BPJS Kesehatan dengan pihak lain penyedia fasilitas kesehatan pada Daerah Belum Tersedia Fasilitas Kesehatan Memenuhi Syarat (DBTFMS). Hal ini akan membantu masyarakat di daerah terpencil untuk mendapatkan akses yang lebih baik ke pelayanan kesehatan.

Direktur Rumah Sakit Pelita Insani, Gabril Taufik Basri menyebut,  sejak diresmikan pada September 2013, Rumah Sakit Pelita Insani masih menjadi rumah sakit kelas D. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan komitmen manajemen, kini Rumah Sakit Pelita Insani telah menjadi rumah sakit kelas C dan telah terakreditasi paripurna.

Dirinya menambahkan, melihat kondisi sebelumnya, banyak masyarakat yang takut untuk mengakses pelayanan di rumah sakit. Namun, sejak dihadirkannya BPJS Kesehatan melalui Program JKN, seluruh lapisan masyarakat kini sudah tidak takut lagi mengakses pelayanan di rumah sakit karena kendala biaya.

“Tentu dengan semakin banyaknya masyarakat yang mulai mengakses pelayanan, hal ini bisa memicu manajemen rumah sakit untuk melakukan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Harapannya, RS Pelita Insani dapat terus bersinergi dengan BPJS Kesehatan sehingga bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh peserta,” tambah Gabril.

Tak hanya itu, dirinya juga bersyukur dengan adanya kenaikan tarif pelayanan. Dengan begitu bisa mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang semakin baik kepada seluruh peserta JKN.

CEO and Founder CISDI, Diah Setyani Saminarsih mengatakan kehadiran Program JKN semakin memperkuat komitmen pemerintah terhadap kesehatan masyarakat, karena bisa menjadi jawaban atas kesulitan pembiayaan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Menurutnya, dengan sistem yang diterapkan dalam Program JKN, hal ini bisa menjadi contoh di mata dunia karena negara lain tidak memiliki kemampuan untuk membelikan biaya kesehatan kepada seluruh masyarakat.

“Kami melakukan penelitian agar ketika kami berbicara dengan BPJS Kesehatan, sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Kami menyoroti di sisi akses pelayanan, sehingga setiap masyarakat yang pergi ke faskes bisa dengan mudah serta mendapatkan kualitas pelayanan yang baik,” kata Diah.

Dengan begitu, ia menilai perlu adanya keterlibatan seluruh pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah untuk mengintegrasikan layanan. Dirinya menyebut, seluruh pihak perlu bekerja sama agar bisa menciptakan Program JKN yang kian memberikan manfaat kepada peserta.

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi sepakat bahwa hadirnya Program JKN merupakan jawaban terhadap akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Apalagi dengan upaya transformasi mutu layanan melalui digitalisasi, semakin memudahkan akses bagi peserta dalam mendapatkan pelayanan.

“Meski begitu, masih terdapat tantangan yang dialami oleh peserta. Dengan begitu, ini pekerjaan kita bersama untuk menghilangkan persepsi negatif di masyarakat. Apalagi di era digital, sisi pelayanan juga bisa ditransformasikan sehingga peserta sudah tidak perlu antre lagi di rumah sakit, tapi bisa antre dari rumah,” jelas Tulus.

Pada kesempatan tersebut, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar menjelaskan pelaksanaan sistem jaminan sosial memiliki tiga isu mendasar, mulai dari kepesertaan, pelayanan dan pembiayaan. Melihat pertumbuhan kepesertaan Program JKN, menurutnya saat ini isu kepesertaan sudah relatif membaik, meskipun masih terdapat peserta yang tidak mengetahui status keaktifan kepesertaan JKN.

“Ini yang perlu didorong kepada peserta bahwa BPJS Kesehatan bukan hanya kuratif namun juga menyediakan promotif dan preventif. Untuk itu, peserta perlu didorong untuk mengecek status kepesertaannya dengan mencoba mengakses pelayanan di FKTP, sehingga nantinya bisa mengetahui apalah status kepesertaannya masih aktif atau tidak,” kata Timbul.

Selain itu, isu terpenting yang terdapat dalam Program JKN adalah soal pelayanan. Meskipun BPJS Kesehatan sudah menggaungkan digitalisasi, namun apabila tidak mendapat dukungan penuh dari fasilitas kesehatan maka hal tersebut tidak bisa menciptakan kualitas pelayanan yang baik. Untuk itu harapannya semua lini bisa bekerja sama dengan baik sehingga di tahun 2024, cakupan kepesertaan bisa mencapai 98% dari jumlah penduduk di Indonesia dan pelayanan kepada peserta kian membaik.