Fahri Hamzah: Anggota Polri Tidak Boleh Gaptek

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada 1 Juli 2018 genap berusia 72 tahun. Kapolri Jenderal Tito Karnavian melalui video yang diunggahnya berpesan agar polisi dengan semangat profesionalisme dan modernisasi terus meraih kepercayaan publik.


Dia juga berharap polisi tetap menjadi Bhayangkara bagi negara Indonesia, demi tegaknya NKRI yang sejahtera, mandiri dan berkadilan.

Pesan yang disampaikan Tito tersebut disambut positif oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dia sependapat dengan Kapolri bahwa polisi yang lahir sejalan dengan kelahiran demokrasi, harus menyatu dengan kehidupan publik.

"Semakin dekat dengan rakyat (polisi) akan semakin baik. Sebab UUD memberikan tugas yang banyak kepada Polri. Selamat ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia yang ke 72," kata Fahri dalam keterangan tertulis kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/7).

Bekas Wakil Ketua Komisi III DPR ini menyebutkan, polisi memiliki tradisi sipil yang berbeda dengan militer. Karenanya harus lebih menggeluti permasalahan publik dengan lebih mendalam, mengingat itulah dasar pemisahan institusi pengayom masyarakat ini dari ABRI (sekarang TNI), karena sifat pelayanannya yang berbeda.

"Tugas utama Polri sebagai penegak hukum, harus berangkat dari pemahaman akan apa yang terjadi di masyakarat. Dengan itu keadilan akan tercapai, sejalan dengan kepastian hukum," kata Fahri.

Dia melanjutkan sebagai lembaga penegak hukum, Polri adalah institusi inti negara yang harus kembali menjadi tumpuan masyarakat, dimana masyarakat merasa terlindungi dan terayomi.

Menurut Fahri, profesionalisme akan menuntun Polri untuk bertindak proporsional, tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. Polri adalah cita rasa keadilan negara yang terselenggara secara saksama, dan ini lah yang dinanti publik.

"Inilah yang akan memberikan rasa aman bagi publik. Individualisme yang gaduh dalam demokrasi, menemukan tempat bersemayam dalam pengayoman dan penegakan hukum oleh Polri," ujar Legislator dari Dapil Nusa Tenggara Barat ini.

Selain itu, Fahri juga menegaskan bahwa modernisasi adalah tuntutan zaman, termasuk bagi institusi Polri. Karena sejatinya, kewajiban memberikan rasa aman bagi publik, membutuhkan pengetahuan terkini.

"Jadi, Polri harus semakin cerdas dan cerdik, dilarang gaptek (gagap teknologi). Polri harus mematahkan anggapan bahwa "polisi selalu kalah pintar dari maling". Apalagi, maling yang dihadapi saat ini makin canggih dan rapi," ucapnya.

Maka dari itu, Fahri mengingatkan isu kepercayaan ini harus segera dituntaskan, mengingat tugas berat ke depannya menanti Polri kembali menjadi ujung tombak penegakan hukum. Menampung tugas-tugas yang selama ini dititipkan pada lembaga penegakan hukum yang bersifat ad hoc.

Dia menegaskan ada tiga tahap untuk menjadikan Polri kembali sebagai ujung tombak penegakan hukum. Pertama, dukungan regulasi, kedua, penguatan institusi dan ketiga adalah membangun kultur profesional dan modern dalam tubuh Polri.

Dukungan regulasi pada dasarnya adalah pengaturan kembali fungsi lembaga penegakan hukum dengan mengedepankan institusi yang mendapat mandat langsung dari konstitusi.

Sedangkan penguatan institusi adalah penataan kembali fungsi-fungsi dalam institusi Polri sendiri agar sesuai dengan kebutuhan melindungi dan mengayomi masyarakat sesuai perkembangan zaman.

Sementara itu, lanjut politisi PKS itu, membangun kultur adalah bagaimana seluruh bagian dari Polri memahami kewajiban dan wewenangnya sesuai tugas pokok dan fungsinya, sehingga Polri akan menjadi semakin profesional dan moderen di segala bidang.

"Dengan tiga tahapan itu, maka terbentuklah sebuah sistem. Karena sistem yang tepat dan kuat mesti ditunjang kesamaan pola pikir anggota Polri dalam memandang prioritas persoalan bangsa yang berkaitan dengan Polri," tegas Fahri seraya mengungkapkan bahwa pembangunan sistem Polri yang terintegrasi dengan kepentingan nasional terbuka sejak 20 tahun lalu tepatnya Reformasi 1998.