Hari Ini Penyidik KPK Panggil Dirut PLN

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, Sofyan Basir hari ini (Jumat, 20/7).


Jurubicara KPK, Febri Diansyah mengatakan Sofyan akan menjadi saksi bagi dua tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, yakni anggota DPR, Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Febri juga menjelaskan, dalam pemeriksaan Sofyan ini penyidik ingin mendalami peran PLN dalam skema kerjasama di Riau-1 serta berkaitan dengan penggeledahan baik di kantor maupun kediaman pribadinya.

"Peran PLN dalam skema kerjasama di Riau-1 menjadi salah satu hal yang perlu didalami penyidik setelah penggeledahan dilakukan di rumah dan kantor yang bersangkutan sebelumnya," tukasnya melalui pesan elektronik yang diterima wartawan.

Sebelumnya tim dari lembaga pimpinan Agus Rahardjo Cs ini menggeledah beberapa tempat, di antaranya ruang kerja dan rumah Eni Maulani Saragih, kantor dan apartemen Johannes, kantor Sofyan Basir, dan kantor PJB Indonesia.

Dari penggeledahan tersebut penyidik menemukan beberapa barang bukti di antaranya CCTV, dokumen yang berkaitan dengan kasus ini, alat komunikasi, dan barang bukti elektronik.

KPK menduga Eni dan kawan-kawan menerima uang sebesar Rp 500 juta bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini diduga merupakan penerimaan keempat dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar.

Pemberian pertama pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, kedua Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga 8 Juni Rp 300 juta dan uang tersebut diduga diberikan melalui staf dan keluarga.

Diduga peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait PLTU Riau-1.

Saat ditangkap KPK telah mengamankan barang bukti yakni uang sebesar Rp 500 juta dan dokumen tanda terima.

Sebagai pihak penerima, Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.