Ada tradisi kuno yang dilaksanakan oleh para warga Muslim di kota Semarang pada setiap menjelang datangnya puasa atau bulan Ramadan yaitu Ruwahan.
- Lagi-Lagi Viral, Penampakan Pocong Di Lasem
- Sangat Memprihatinkan, Situs Perahu Kuno Di Punjulharjo Nir Dana Perawatan
- Gigantopithecus Expo 2024 Sudah Hadir Di Tegal!
Baca Juga
Ruwah merupakan bulan Jawa yang bertepatan dengan bulan Syakban tahun Hijriyah, yaitu sebelum Pasa (Ramadan).
Konon, Ruwah berasal dari kata arwah yang artinya saatnya mendoakan arwah anggota keluarga yang sudah meninggal.
Bulan Ruwah merupakan bulan saatnya warga Muslim mengirim doa bagi arwah semua keluarga dan leluhur yang telah meninggal dunia. Doa ini disebut doa arwah jamak.
Tradisi Ruwahan ini dilakukan dengan berkumpul bersama keluarga, bahkan kadang dengan mengundang tetangga, untuk berdoa bersama, kadang pula diadakan di masjid atau mushola.
Tradisi Ruwah ini berlangsung turun temurun sejak ratusan bahkan konon ribuan tahun silam.
Seorang tokoh warga Muslim Semarang, Abdul Djalal, mengungkapkan Ruwahan ini adalah tradisi yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga pada masa Wali Songo.
"Jadi dulu orang Hindu sering menggunakan sesaji berupa kue-kue. Oleh Sunan Kalijaga yang menyebarkan ajaran Islam, setelah kaum Muslim berdoa, maka ada hidangan kue-kue untuk sajian bagi mereka yang berdoa ini. Nah, kue-kue nya mirip dengan kue sesaji. Bukan untuk sesaji. Tapi dimodifikasi untuk hidangan bagi mereka yang baru saja melakukan doa bersama," ujar dia.
Makanan yang disediakan juga berlaku sebagai sedekah bagi orang-orang yang turut berdoa arwah jamak. Berbagai jajanan khas tradisional disajikan sebagai hidangan, berupa kue apem, kue pasung (berbahan tepung beras dibungkus daun pisang berbentuk kerucut lantas dikukus), ketan dengan topping serundeng, dan buah pisang.
Warga Muslim juga melakukan tradisi Nyadran atau Sadranan. Tradisi ini berupa ziarah ke makam untuk melakukan doa bersama.
Ziarah tersebut dilakukan ke makam keluarga mau pun makam para ulama. Tak heran pada bulan menjelang Ramadan seperti sekarang ini, banyak makam ulama didatangi rombongan peziarah.
Pada tradisi Nyadran atau Sadranan, keluarga yang telah usai berziarah biasanya melanjutkan kegiatan mereka dengan makan bersama.
Kedua tradisi ini berjalan kuat turun-temurun sampai sekarang di Semarang.
- Balutan Pakaian Dalam Dari Demak Nan Lembut Nyaman Dipakai
- Ditemani Papera, Cawabup Adhe Eliana Blusukan Ke Pasar Tradisional
- Mampir Pasar Ikan Wonosari Demak, Andika Perkasa: Bisa Dikembangkan Lagi Potensinya