Kritik BPIP, Kepala Bakesbangpol Batang Pastikan Paskibraka Muslimah Pakai Jilbab

Pj Bupati Batang Lani Dwi Rejeki memberi selamat pada Paskibraka Kabupaten Batang yang baru saja dikukuhkan. IST
Pj Bupati Batang Lani Dwi Rejeki memberi selamat pada Paskibraka Kabupaten Batang yang baru saja dikukuhkan. IST

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Batang, Agung Wisnu Bharata, menegaskan sikap tegasnya terkait penggunaan jilbab oleh anggota Paskibraka wanita di Kabupaten Batang. Dari 75 anggota Paskibraka, 25 di antaranya adalah wanita muslim yang mengenakan jilbab.


Agung menegaskan bahwa pihaknya tidak mengikuti arahan dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terkait penyeragaman pakaian.

"Kami tetap mempertahankan penggunaan jilbab. Pemaknaan yang dimaknai oleh BPIP, menurut pandangan saya, itu kurang tepat," ujar Agung Wisnu Bharata dengan tegas, Kamis (15/8).

Agung menjelaskan bahwa penyeragaman bukan berarti harus seragam secara fisik, seperti melepaskan jilbab. 

"Penyeragaman di Indonesia itu yang diseragamkan adalah tujuannya, yaitu mencapai kemerdekaan, tujuan negara, dan kesejahteraan rakyat," tambahnya.

Menurut Agung, pemaknaan yang dilakukan BPIP terkait penyeragaman ber-Bhinneka Tunggal Ika justru kontraproduktif. 

"Kita lahir dari perbedaan, bukan dari persamaan. Jangan menginginkan kita dibikin seragam secara fisik, karena itu justru akan menghancurkan negara kita," tegasnya.

Agung juga menegaskan bahwa di Kabupaten Batang tidak ada keresahan terkait kebijakan jilbab bagi Paskibraka. 

"Karena kita langsung mengambil kebijakan tetap pakai jilbab, di sini tidak ada keresahan. Jilbab itu syariat, hak dari seorang muslim untuk menutup aurat," jelasnya.

Terkait perminta maafan dari BPIP, Agung mengatakan hal itu memang sudah keharusan. 

"Itu kesalahan besar. Jangan sampai terulang lagi hal-hal seperti itu," katanya.

Agung menekankan pentingnya menjaga wilayah keyakinan sebagai hak asasi manusia dan bagian dari wilayah privat. 

"Kalau Islam pakai jilbab, ya harus pakai jilbab. Jangan sampai dibikin tidak pakai jilbab, itu justru tidak Pancasilais," tuturnya.

Ia menyebut Pancasila adalah sebuah titik temu, common platform, kalimatun Sawa dari keindonesiaan yang amat beragam. Maka persatuan dan toleransi yang dikehendaki Pancasila tidaklah untuk menyeragamkan yang berbeda, melainkan untuk saling menghormati antarperbedaan.

"Maka homogenisasi keragaman itu justru mengingkari semangat toleransi itu sendiri," pungkasnya.