Mantan Hakim MK: Masa Jabatan Wapres Tidak Bisa Ditafsirkan Lagi

Peraturan tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden sudah tidak bisa ditafsirkan lagi.


Begitu tegas Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono menanggapi gugatan pasal 169 huruf n UU 17/2017 tentang Pemilu yang diajukan Partai Perindo ke MK.

Dia menjelaskan bahwa pasal tersebut berkaitan erat dengan pasal 7 UUD 1945. Kedua aturan itu sama-sama membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden yang hanya diperbolehkan menjabat dua kali.

Dijabarkan Harjono, kata hanya" dalam pasal 7 UUD 1945 merupakan penekanan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya maksimal dua kali.

Pasal itu menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Sementara pasal 169 huruf n UU Pemilu berbunyi belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden, selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama".

Kata hanya penekannya memang sangat ditekankan dua kali itu paling banyak," ujar Harjono dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (22/7).

Dalam kasus ini, Harjono turut menyoroti langkah Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan diri sebagai pihak terkait. Dalam pandangannya, legal standing yang harus dipermasalahkan dalam gugatan ini adalah Partai Perindo.

"Terkait itu sebetulnya begini untuk pencalonan presiden dan wapres yang berhak parpol makanya disyaratkan parpol. Kalau JK terkait itu usulnya bicara hukum itu terkait kepentingan, tapi Pak JK sebenarnya enggak punya hak untuk mempermasalahkan dia sendiri," jelas Harjono.

Sementara legal standing Perindo sebagai penggugat UU Pemilu layak dipertanyakan. Sebab, Perindo bukan partai yang memiliki jumlah kursi yang disyaratkan dalam ambang batas untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

"Tapi legal standing pemohon tetap pada partai. Kalau partai punya kursi 20 persen," imbuhnya.