Masih Bandel, Satpol PP Kota Semarang Tertibkan Lapak PKL Liar di Kranggan

Satpol PP Kota Semarang menertibkan puluhan lapak pedagang kaki lima (PKL) liar yang berjualan ditepi jalan di sekitar Jalan Kranggan hingga di depan Pasar Kanjengan. 


Penertiban ini dilakukan lantaran mereka melanggar aturan jam buka yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Kota Semarang

Kasat Pol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto mengatakan, pedagang yang ditertibkan ini sudah terbilang bandel. 

Meski kerap ditertibkan mereka masih saja melanggar aturan. Ia mengatakan aturan jam buka bagi pedagang ditepi jalan mulai pukul 00.00 - 07.00 pagi. 

Fajar mengatakan ada aduan dari warga sekitar yang merasa tidak nyaman karena pedagang berjualan hingga memenuhi jalan umum. 

Padahal saat pagi hari, aktivitas warga sekitar juga cukup padat sehingga, Jalan Kranggan disekitar pasar kerap kali tersendat.

“Mereka ini “ndableg” sudah berulang kali ditertibkan. Saya juga sudah info ke Camat sejak Sabtu, pedagang Kranggan harus selesai jam 7 pagi,” kata Fajar usai memimpin giat penertiban di area Jalan Kranggan, Senin (29/5).

Selain buka melebihi waktu yang ditentukan, para PKl membayarkan pungutan kepada pihak Kelurahan bukan kepada Dinas Perdagangan. 

Artinya pungutan yang dilakukan oleh Kelurahan merupakan pungutan liar. Pasalnya yang boleh memungut retribusi pedagang hanya Dinas Perdagangan.

Fajar menegaskan akan melaporkan kegiatan pungutan liar ini ke tim saber pungli. Nantinya tim saber pungli yang akan melakukan penindakan langsung terhadap pungutan liar yang telah dilakukan.

“Saya akan laporkan ini ke tim saber pungli dan mereka akan turun karena mereka yang jualan di pinggir jalan ini yang mengelola RW atau LPMK dan itu jelas larangan dan ini yang menyebabkan PAD Kita berkurang,” tegasnya.

Adanya pungutan liar ini menjadi salah satu penyebab berkurangnya penghasilan asli daerah (PAD) Kota Semarang dari sektor retribusi jasa perdagangan. 

Fajar meminta kepada semua pedagang untuk tertib mengikuti aturan baik jam operasional berjualan maupun penyetoran retribusi yang hanya dipungut oleh Dinas Perdagangan.

“Hampir semua pedagang yang jualan di pinggir jalan dimanapun mereka tidak bayar ke Disdag. Tarikan yang tidak oleh Disdag nanti akan menjadi ranah saber pungli,” ucapnya.

Salah seorang pedagang Bumbon, Sri mengaku pasrah saat petugas Satpol PP mengambil meja yang ia gunakan untuk berjualan. 

Ia mengaku sadar akan kesalahannya yang berjualan melebihi batas waktu yang ditentukan oleh Pemerintah.

Sri mengaku selama ini membayar pungutan sebesar Rp 4.000 per hari kepada pihak Kelurahan Kauman. Bahkan pihak Kelurahan memperbolehkan pihaknya berjualan hingga pukul 08.30.

“Saya bayar ke Kelurahan Kauman, Rp 4.000 sehari. Katanya boleh buka sampai jam 08.30. Tapi ini sudah diangkuti ya udah gak papa,” ungkap Sri yang sudah 4 tahun berjualan ditepi Jalan Kranggan.