Masker Kain Mbak Siti, Ikhtiar Setia Bakul Pasar Pada Protokol Kesehatan

Mbak Siti (74), tampak sibuk melayani pembeli. Tangannya dengan cekatan memasukan berbagai jenis sayur mayur atau bumbu dapur ke dalam kantung plastik. Dengan gesit pula, tangannya lincah memasukan dan mengeluarkan kembalian dari kotak kayu tempat menyimpan uang. Pembeli di Pasar krempyeng, pasar tradisional nonpermanen di kawasan atas Perumnas Pucanggading itu, setiap hari mengalir tiada henti.


Mbak Siti (74), tampak sibuk melayani pembeli. Tangannya dengan cekatan memasukan berbagai jenis sayur mayur atau bumbu dapur ke dalam kantung plastik. Dengan gesit pula, tangannya lincah memasukan dan mengeluarkan kembalian dari kotak kayu tempat menyimpan uang. Pembeli di Pasar krempyeng, pasar tradisional nonpermanen di kawasan atas Perumnas Pucanggading itu, setiap hari mengalir tiada henti.

Maklum saja, pasar yang terletak di perempatan jalan itu berdiri di antara dua wilayah Pucang Argo dan Pucang Santoso. Praktis, pembelinya banyak, tak ubahnya pasar tradisional pada umumnya. Pembeli bahkan juga datang dari perumahan lain di sekitarnya. Disebut pasar krempyeng, karena pasar ini sekali habis artinya barang-barang yang diperdagangkan disini akan habis sekali jual. Pasar ini dibuka mulai pagi pukul 05.00 hingga pukul 12.00 WIB.

Siti adalah satu dari sekitar 30-an pedagang yang ada di pasar itu. Sudah 19 tahun, perempuan yang masih terlihat segar di usia rentanya itu, berdagang di sini. Karenanya, tak heran, jika Siti lebih dikenal dengan panggilan ‘’Mbak Siti’’ daripada ‘’Mbah Siti’’.

‘’Dari dulu saat pindah ke sini tahun 2002, saya sudah biasa memanggilnya Mbak Siti, sampai sekarang semua ibu-ibu di pasar juga memanggilnya demikian,’’ ungkap salah satu pembeli langganannya, Novi (44).

Sebagai pedagang paling senior di pasar krempyeng, Mbak Siti menjadi ‘’role model’’ penerapan protokol kesehatan (prokes) di pasar tersebut. Selain menyiapkan air dan sabun cair di dekat meja dasarannya, Mbak Siti tak lupa memakai masker.

‘’Awalnya, saat baru pandemi, kayaknya gak nyaman pake masker. Tapi, lama-lama terbiasa. Sekarang, kalau lepas masker rasanya ada yang kurang. Jadi, saya lebih nyaman memakai masker saat melayani pembeli,’’ ujarnya, kepada RMOL Jateng, Senin (31/5).

Seperti pagi ini, dia memakai masker kain berwarna hitam. Di sela-sela melayani pembeli, Mbak Siti bahkan tak segan menyapa pembelinya, dan mengingatkan agar memakai masker. ‘’Ayo, mbak, maskernya dipake. Ojo diplotroke ning gulu (jangan diturunkan/ditaruh di leher),’’ imbaunya. ‘’Inggih, mbak, matursuwun,’’ kata seorang pembeli yang disapanya.

Siti mengakui, saat awal pandemi, banyak pedagang maupun pembeli yang patuh memakai masker. Namun, belakangan ini, kepatuhannya mulai menurun. ‘’Kadang saya mengingatkan teman pedagang, ayo jangan lupa maskernya dipakai, demi kesehatan dan keselamatan diri kita sendiri, dan tentu saja bagi pembeli kita,’’ ungkapnya.

Bagi Siti pribadi, dia berikhtiar untuk setia menjaga prokes seperti anjuran pemerintah. ‘’Kalau lihat di televisi, kok wabahnya belum berhenti. Kalau situasinya seperti ini, kitanya yang harus menjaga diri, waspada, dan menjaga kebersihan dan mengikuti protokol kesehatan agar tidak tertular virus corona,’’ paparnya.

Ketua RW 25 Pucang Argo Retno Wahyudianto mengatakan, pihaknya selalu mengingatkan warganya, termasuk kepada para pedagang pasar krempyeng, yang masuk di wilayahnya, untuk disiplin menerapkan prokes.

‘’Saya tak bosan-bosan mengingatkan warga dan para pedagang pasar krempyeng, untuk selalu memakai masker dan menaati prokes. Situasinya masih belum aman. Pandemi masih ada di sekitar kita, maka jangan lengah atau mengabaikan prokes,’’ tegas Ino, sapaan akrabnya.

Hal itu untuk mencegah munculnya klaster covid-19 dari pasar tradisional yang terjadi pascalebaran.

Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Kota Semarang, M. Abdul Hakam mengatakan, dari beberapa sampling pasien yang menjalani karantina di rumah dinas walikota ditemukan adanya klaster keluarga menjadi dominan, karena dipengaruhi faktor mobilitas anggota keluarga yang berada di tempat umum seperti pasar tradisional dan perkantoran.

"Kami terus lakukan edukasi yang menjadi salah satu pencegahan semakin berkembangknya kasus baru di Semarang, dan memang penyumbang kasus terkonfirmasi terbanyak dari klaster keluarga ini adalah orang-orang yang melakukan banyak kegiatan di tempat umum seperti pasar dan juga orang kantoran," kata Hakam.

Hakam mengatakan jika sosialisasi 5 M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan) terus digaungkan oleh petugas Puskesmas hingga jajaran TNI dan Polri.

Sosialisasi tersebut, lanjutnya, tidak hanya saat bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri, namun hingga usai Lebaran terus diingatkan ke masyarakat.

"Tujuannya supaya kasus aktifnya tidak terus bertambah dan semakin banyak," tegasnya.

Hakam menyebut, salah satu tempat umum yang menjadi penyumbang kasus baru adalah pasar. Meski pihaknya telah melakukan sampling swab secara acak di pasar dan mendapati hasil negatif, namun tidak sedikit kasus baru yang setelah ditelusuri ternyata terpapar usai berbelanja dari pasar.

"Kita lakukan beberapa kali sampling mulai dari nakes, puskesmas hingga dipasar dan ternyata pasar ini memiliki faktor resiko terjadinya beberapa kasus baru, jadi sempat kita sampling yang masuk rumah dinas rata-rata mereka tidak pergi ke mana-mana, hanya ke pasar saja," bebernya.

Kasus tersebut, tambahnya, belum bisa dikatakan sebagai klaster pasar, karena mereka yang terpapar justru membawa virus masuk ke rumah dan menularkan kepada anggota keluarga dirumah.

Hal tersebut didapat setelah beberapa pasien di rumah dinas yang merupakan satu keluarga dan ditelusuri ternyata mendapatkan virus tersebut usai berbelanja ke pasar tradisional.

"Karena jika klaster pasar itu misalnya para penjual yang ada di pasar yang terpapar ini baru bisa di namakan klaster pasar, jadi warga Semarang tetap perhatikan prokes juga saat berbelanja ke pasar," pungkasnya.

Vaksinasi Pedagang Pasar

Upaya vaksinasi kepada para pedagang pasar pun terus dilakukan. Di Solo, Pemerintah Kota Solo mengebut pelaksanaan vaksinasi Covid-19, yang menyasar pedagang Pasar Singosaren.

Sebanyak 737 pedagang telah terdata untuk mengikuti vaksinasi Covid-19 dosis pertama. Mereka adalah pedagang beraktivitas di Plaza Singosaren.

"Setelah vaksinasi ini semoga perekonomian di pusat perbelanjaan Kota Solo bisa segera pulih seperti semula," papar Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakoso, saat memantau jalannya vaksinasi, Senin (24/5) lalu.

Vaksinasi yang diadakan di parkiran rooftop Lantai 3 Plaza Singosaren berlangsung tertib, teratur dan sesuai jadwal. Teguh menyampaikan, program vaksinasi ini gencar dilakukan pemerintah Kota Solo untuk percepatan pemulihan ekonomi di Kota Solo yang selama ini terpuruk imbas dari pandemi Covid-19.

"Setelah semua divaksin, masyarakat juga bisa merasa tenang dan nyaman belanja di pasar-pasar di Solo. Pastinya tetap menerapkan protokol kesehatan," pesan Teguh.

Disiplin Prokes

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, pencegahan munculnya klaster-klaster baru penyebaran Covid-19 sangat diperlukan lewat konsistensi para pemangku kepentingan dan masyarakat dalam membangkitkan kesadaran untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam keseharian.

Menyikapi peningkatan kasus positif Covid-19 di sejumlah daerah, pemerintah memutuskan memperpanjang kembali pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di seluruh Indonesia pada 1-14 Juni 2021.

Menurut Mbak Rerie, selain membatasi pergerakan orang secara ketat dalam skala mikro, upaya agresif testing dan tracing dalam setiap munculnya klaster-klaster baru penyebaran Covid-19 sangat diperlukan untuk mengetahui sumber penularan dan meluas ke mana saja penularannya.

‘’Harus kita sadari bersama salah satu sumber dari permasalahan dalam penanganan pengendalian Covid-19 yang kita hadapi saat ini adalah ketidakdisiplinan sebagian masyarakat dalam menjalankan Prokes,’’ ungkapnya.

Munculnya sejumlah klaster baru di berbagai daerah, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan bukti dari abainya sebagian masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

Rerie menegaskan, para pemangku kepentingan dan masyarakat baru sibuk ketika menghadapi munculnya klaster penyebaran baru Covid-19 di wilayahnya.

Padahal, jelasnya, penularan Covid-19 itu bisa dicegah bila sejak awal masyarakat dan para pemangku kepentingan di daerah agresif meningkatkan disiplin penerapan Prokes.

Menurut Rerie, upaya membangun kesadaran bersama dalam menjalankan Prokes di tengah masyarakat kita, seharusnya menjadi prioritas untuk menghadapi pandemi yang belum bisa diperkirakan kapan akan berakhir.

Langkah terukur dalam upaya menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk disiplin menerapkan Prokes, ujar Rerie, sangat diperlukan agar sejumlah strategi pengendalian Covid-19 dapat diterapkan dengan baik. [sth]