Kegagalan Partai Gerindra dan PDIP dalam memenangkan Pilkada serentak 2018 disebabkan buruknya kinerja mesin politik.
- PDIP Resmi Buka Pendaftaran Cagub-Cawagub, Mantan Wagub Jadi yang Pertama Ambil Berkas
- M. Qodari: Mahfud Mundur untuk Menyelesaikan Masalah Diri Sendiri
- Mas Fico Ambil Formulir Pendaftaran Calon Wakil Bupati Demak 2024
Baca Juga
"Berkaca untuk 2019, kalau saya boleh bilang, PDIP dan Gerindra itu mesin partainya terburuk untuk 17 provinsi. Karena persentasenya kecil dari perolehan kontestasi 17 provinsi itu," kata Direktur Pusat Studi Sosial Politik Indonesia Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/6).
Justru, lanjut dia, kinerja mesin partai politik kecil maupun menengah seperti PAN, NasDem, Hanura, dan PKB lah yang malah berhasil. Sebab, kader merekalah yang tampil sebagai pemenang di Pilgub.
Nah, kinerja mesin partai yang buruk itu ditegaskannya harus dijadikan sebagai catatan serius bagi Partai Gerindra dan PDIP jika mereka masih ingin memenangkan kontestasi Pilpu tahun 2019 nanti.
"Partai berkuasa yang ternyata mesin politiknya bekerja minimalis itu, harus mulai dalam waktu 10 bulan, kerja mesin politiknya harus dioptimalkan. Kalau mau kemudian meningkatkan elektabilitas untuk kepentingan 2019," ujarnya seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL
Bagi partai kecil dan menengah, kemenangan besar di ajang Pilgub semakin memungkinkan mereka untuk membentuk poros baru selain poros Gerindra dan PDIP.
"Yang lain memungkinkan poros baru dari partai menengah. Karena kan mereka tentunya memiliki daya jual tinggi lagi. Karena mereka memiliki banyak kepala daerah," imbuhnya.
"Ketika mereka memiliki banyak kepala daerah, partai-partai menengah ini, memberikan efek psikologis untuk kemudian mereka lebih percaya diri, kemudian mereka mulai yakin bahwa mesin politik mereka bekerja," lanjut Ubedilah.
Walau begitu, ditekankannya kalau poros baru juga sangat tergantung dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi tentang pasal yang mengatur soal presidential threshold sebesar 20 persen di Undang-Undang Pemilu.
"Kalau kemudian uji yang dilakukan oleh teman-teman di MK itu dikabulkan, itu artinya partai-partai kecil bisa memunculkan calon alternatif dan itu menurut saya lebih kompetitif, lebih baik untuk kepentingan demokrasi," demikian Ubedilah.
- Jelang Kampanye Dimulai, Andika-Hendi Tak Siapkan Target Didapatkan
- KPU Karanganyar Terima Logistik Berupa Bilik Suara
- Ketua Umum PBNU Minta Kasus Wadas Tidak Dipolitisasi