Fenomena gangster dan tawuran remaja di Kota Semarang ternyata juga meresahkan bagi para orang tua. Apalagi jika memiliki anak-anak remaja, orang tua harus mengawasi pergaulan mereka.
- Diduga Salahgunakan Dana Desa, Kades Sendangmulyo Sluke Ditahan Kejari Rembang
- Pelaku Pembunuhan Karyawati Call Center Di Semarang, Ternyata Teman Korban
- Pelaku Pembacokan Tukang Parkir Di Tlogosari Ditangkap Polisi
Baca Juga
Kekhawatiran itu salah satunya diungkap Anisa, (38) ibu rumah tangga di Pedurungan. Menurut dia, waktu antara orang tua dan anak yang terbatas menyulitkan kontrol pengawasan. Sebab bila orang tua bekerja, anak-anak dalam kegiatan di luar sekolah tidak ada yang mengawasi, bahkan mereka bergaul dengan siapa saja tidak tau.
"Ini yang membuat kita sebagai orang tua khawatir, anak-anak walau di rumah tetapi juga sering main-main dengan teman-temannya. Jika orang tua kerja, seperti saya dan suami, punya waktu luang untuk ngobrol-ngobrol bersama anak-anak itu paling pas malam. Kadang-kadang anak-anak juga keluar lagi alasannya mengerjakan tugas, 'kan tentu kita beri izin," ucap Anisa.
Meski seorang anak terlihat tidak nakal, Anisa menyebut, bukan berarti mereka benar secara pergaulan. Tetap saja risiko salah pergaulan dan terjerumus kenakalan remaja bisa terjadi, pengaruh teman bergaul.
"Nggak mungkin kita protektif selamanya terhadap anak. Walau pun tetap posesif mengawasi pergaulannya, kita pasti akan kecolongan juga karena masa remaja anak-anak sedang seneng-senengnya main sama teman-temannya. Nah, agar tidak terjadi kekhawatiran kenakalan remaja semacam itu, kita sebagai orang tua harus bisa mempunyai aturan ketat, jam sekian harus sudah di rumah, atau jangan kumpul si A maupun si B karena terkenal nakal," sebutnya.
Sementara, berbeda bila orang tua punya anak remaja dicap nakal di sekolah.
Kristi, (45) ibu wali murid salah satu pelajar di Genuk membagikan pengalamannya. Meski terlihat buruk, seorang anak remaja nakal sebenarnya bisa terpengaruh teman atau karena kurangnya kontrol atas dirinya sendiri. Usia remaja rawan sekali ikut-ikutan teman-temannya, malah seringnya anak-anak itu sengaja diajak, jadi posisinya korban pergaulan.
"Saya punya anak usia 17 tahun, sudah beberapa kali tawuran. Sebetulnya anak cuma diajak gabung sebuah gang, dia menolak. Tapi dipaksa teman-temannya. Alasannya dibanding tidak punya teman, akhirnya mau ikut. Itu dia diancam, di sekolah temannya menjauhi, jadi karena menolak tidak punya teman. Remaja masa nakal-nakalnya seorang anak, luput sedikit saja perhatian ortu konsekuensinya anak jadi korban salah pergaulan," kata dia.
Maraknya gangster di Semarang juga membuat banyak orang tua khawatir memberikan izin anak-anaknya keluar saat malam hari.
Salah satunya Rizky Wati, wali murid pelajar SMA. Jika ada acara di luar kegiatan sekolah termasuk kerja kelompok sekalipun, dirinya bahkan memilih antar jemput sang anak bila sampai larut malam.
"Pasti khawatir anak kenapa-kenapa kayak usumnya (musimnya-red) begal dulu, sekarang gangster. Saya makanya sering ngelarang anak meski cowok maksimal pulang main atau belajar ngerjakan tugas jam 9. Di atas itu saya tidak izinkan. Atau jika tetap harus, satu-satunya pilihan nanti di antar dan di jemput," ucap Rizky.
- Ugal-Ugalan Di Jalan, Dua Pembalap Liar Kecelakaan Lalu Lintas
- Hujan Deras Akibatkan Jalur Semarang Ke Arah Kendal Terendam Banjir
- Perang Tawarkan Program Pendidikan Gratis Dan Majukan Kota Semarang