Pakar Hukum Kritik Objek Hukum Hak Angket Belum Jelas

Pakar Hukum Tata Negara, Abdul Chair Ramadhan. Foto: Dokumentasi/RMOLJateng
Pakar Hukum Tata Negara, Abdul Chair Ramadhan. Foto: Dokumentasi/RMOLJateng

Calon presiden Nomor Urut 03, Ganjar Pranowo, mengusulkan hak angket di DPR untuk mengusut dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.  Namun, usulan ini menuai kritik dari pakar hukum tata negara, Abdul Chair Ramadhan. Menurutnya, hak angket tidak sesuai dengan konteks dan objek yang diangkat.


Abdul Chair Ramadhan menjelaskan bahwa hak angket adalah hak konstitusional anggota DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyelewengan pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang penting dan strategis menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

"Harus ada dulu apa kebijakan pemerintah yang menjadi objek dari hak angket itu. Ini kan bahasanya penyelidikan. Kalau penyelidikan itu 'kan menemukan dulu objeknya untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Tapi ini adalah tindakan politik. Penyelidikannya bukan tindakan hukum walaupun dengan bahasa penyelidikan," ujar Abdul Chair Ramadhan, Jumat (23/02).

Ia menambahkan bahwa usulan hak angket oleh Ganjar Pranowo masih belum jelas dan lebih bersifat politis daripada mengedepankan aspek hukum. Ia menegaskan agar ada kejelasan mengenai objek usulan hak angketnya apa dan ditunjukkan kepada siapa.

Abdul Chair Ramadhan juga mengkritik hak angket yang digulirkan oleh anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu yang mengungkit keputusan MK terkait batas usia capres dan cawapres. Ia menganggap hal itu tidak tepat karena MK adalah lembaga yudikatif yang keputusannya bersifat final dan mengikat.

"Kalau masalah putusan, itu kewenangan atau otoritas yang bersifat mutlak, otoritatif, final and binding keputusan MK itu. Jadi yang bisa dilakukan kalau penerapan penyelidikan tidak mungkin juga justru melakukan intervensi," tuturnya.

Abdul Chair Ramadhan mengatakan bahwa usulan hak angket juga tidak tepat jika ditujukan kepada KPU. Ia meyakini hal itu tidak akan disetujui oleh mayoritas anggota DPR RI.

"KPU juga memiliki kewenangan dia berdasarkan norma yang diatur oleh Undang-Undang Dasar sebagai salah satu penyelenggara pemilihan umum. Apa yang menjadi objeknya? Memang ukuran dari tindakan politik itu sangat sulit tapi saya yakin itu tidak akan dapat memenuhi persetujuan secara mayoritas di DPR," paparnya.

Abdul Chair Ramadhan menyarankan agar setiap permasalahan di pemilu diselesaikan melalui kanal yang sudah tersedia, tidak perlu ke DPR, karena itu lebih bersifat politis. Ia menyebutkan beberapa kanal yang dapat digunakan, seperti peradilan tata usaha negara, DKPP, Bawaslu, MK, dan Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu).

"Nah ini apa DPR mengajukan hak angket dalam hal apa penyidikannya itu?" pungkasnya.