Paus Fransiskus Sebut Informasi yang Salah tentang Vaksin Covid Melanggar Hak Asasi Manusia

Informasi yang salah tentang pandemi Covid-19 dan vaksin adalah pelanggaran hak asasi manusia. Paus Fransiskus dalam pernyataannya pada Jumat (28/1) mengutuk "distorsi realitas berdasarkan rasa takut" yang terjadi dalam masyarakat mengenai vaksin ini.


Ini adalah kedua kalinya dalam waktu kurang dari sebulan Fransiskus berbicara menentang informasi yang salah selama pandemi, dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.

Di depan wartawan yang tergabung dalam jaringan pengecekan fakta, Paus menaruh harapan agar jurnalisme ikut bertanggung jawab mencari kebenaran dan menghormati hak-hak individu.

"Informasikan dengan benar, dibantu untuk memahami situasi berdasarkan data ilmiah dan bukan berita palsu. Itu adalah hak asasi manusia," katanya, seperti dikutip dari AP.

Selama pandemi, ada banyak informasi yang salah mengenai Covid-19. Informasi yang dipalsukan akhirnya menggiring umat manusia ke dalam pikiran dan perilaku yang keliru. Belum lagi komentar-komentar yang mengada-ada dan salah, yang keluar dari para pembacanya.

Paus menekankan, mereka yang percaya teori konspirasi tentang Covid-19 harus dibantu untuk memahami fakta ilmiah yang sebenarnya.

"Harus ada bantahan untuk berita palsu, itu bentuk menghormati setiap orang. Mereka sering mempercayainya tanpa kesadaran atau tanggung jawab penuh," katanya. Karena, menurutnya, kenyataan selalu lebih kompleks daripada yang dipikirkan.

Beberapa uskup dan kardinal AS yang konservatif termasuk yang menolak untuk mendapatkan vaksin Covid-19.

Paus Fransiskus adalah pemimpin agama yang vokal dalam menyuarakan kepeduliannya terhadap pandemi dan pendukung vaksin. Paus Fransiskus dan Emeritus Benediktus XVI termasuk yang divaksinasi penuh dengan suntikan Pfizer-BioNTech.

Dia telah menyiratkan bahwa orang memiliki 'kewajiban moral' untuk memastikan perawatan kesehatan diri mereka sendiri dan orang lain, dan Vatikan baru-baru ini mengharuskan semua staf untuk divaksinasi atau menunjukkan bukti memiliki Covid-19 untuk mengakses tempat kerja mereka.