Pelaku Pencabulan Empat Siswi SD di Semarang Ngaku Khilaf

Pelaku pencabulan empat siswi di lingkungan sekolah dasar di daerah Gajahmungkur Semarang, berdalih mengaku iba saat melakukan aksi cabul.


Dalam jumpa pers di Mapolrestabes Semarang, pelaku Ismunaji (44) mengaku khilaf dan tidak ada korban lain selain empat siswi SD tersebut. 

"Saya khilaf, hanya empat anak itu. Saya itu awalnya iba, karena melihat siswi nangis dan tangannya menengadah. Waktu itu saya bawa uang 5 ribu, trus saya masukkan ke saku bajunya," dalih pelaku.

Ismunaji mengaku, sudah 20 tahun bekerja sebagai penjaga sekolah tersebut. Pelaku juga mengaku sudah menikah dan memiliki dua orang anak perempuan.

"Sejak usia 23 tahun saya jadi penjaga sekolah. Saya sudah nikah, dan hubungan sama istri baik baik saja," kata Ismunaji.

Aksi bejatnya itu dilakukan sekitar tahun 2022 dengan korban yang berusia 8, 9, 10 dan 11 tahun. 

Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan, aksi penjaga sekolah itu terbongkar setelah salah satu korban lapor ke guru mengajinya. Setelah itu cerita sampai ke orangtua korban dan dilakukan pelaporan. 

"Terungkapnya salah satu korban mengadu kepada guru ngajinya. Kemudian guru ngaji sampaikan ke orangtua korban. Dari cerita yang disampaikan korban ke guru ngaji, dilaporkan ke polisi dan dilakukan pengembangan dan ternyata korban tidak hanya satu. Setidaknya ada empat korban," jelas Irwan. 

Ia juga menjelaskan, aksi bejat pelaku dilakukan di lingkungan sekolah. Modusnya dengan memaksa memberikan uang ke korban kemudian meraba bagian vital atau menciumi korban. 

"Korban pertama oleh korban yang bersangkutan sebelumnya diberi uang. Uang dimasukkan saku, diajak ke belakang sekolah. Mata korban ditutup pakai tangan lalu tangan satunya meraba bagian sensitif. Korban kedua perlakuannya diciumi. Korban ketiga sama, ini diremas payudaranya. Korban keempat diciumi pipinya diajak jajan ke kantin," kata Irwan. 

Pelaku dijerat dengan pasal 82 ayat (1) jo pasal 76E  UU RI No 35 Th 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 Th 2002 tentang Perlindungan Anak. 

"Ancaman hukuman lima tahun paling lama 15 tahun serta denda maksimal Rp5 miliar," tutup Irwan.