Pemilu 2024: Prabowo-Gibran Mendominasi, Rival Diminta Legowo

Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dok
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dok

KPU telah merilis hasil hitung suara atau real count Pemilu 2024 dari situs pemilu2024.kpu.go.id, Selasa (20/2) pukul 07.24 WIB. Data telah ditampilkan mencakup 72,03


Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, masih memimpin dengan perolehan suara mencapai 58,62%.

"Pemilu dan suara pemilu itu kan, dari, untuk, dan oleh rakyat, jadi pilihan rakyat seharusnya legowo diterima. Prabowo sudah menyampaikan pidato politiknya menyampaikan jangan sombong dan tetap menunggu hasil akhir, ini menjadi sikap yang baik. Sebaiknya ini diikuti oleh para rival, pidato legowo, cara-cara seperti itu merupakan sikap negarawan," kata Pakar politik sekaligus akademisi Universitas Bengkulu, Dr. Sugeng Suharto, Selasa (20/2).

Menurut Dr. Sugeng Suharto, ketika selisih suara tidak terlalu jauh, setiap pasangan calon seharusnya memperjuangkan hasil tersebut hingga ke tingkat banding atas.

"Jaraknya tidak jauh dari margin of error, atau katakanlah 5-7 persen sedikit di atas margin, bolehlah banding dan sebagainya. Namun ini jaraknya begitu jauh. Meskipun ini baru hitung cepat, namun hasilnya tentu tidak akan jauh berbeda dari yang muncul saat ini," jelasnya.

Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, hasil perhitungan cepat menegaskan Pilpres 2024 hanya berjalan satu putaran. "Angka itu menegaskan bahwa Pilpres 2024 hanya berjalan satu putaran," ujar Ahmad Khoirul Umam.

Meskipun hasil hitung cepat bukan hasil resmi mengikat, namun melihat dari perolehan suara berdasarkan hitung cepat, Prabowo-Gibran tampaknya akan dinyatakan sebagai capres-cawapres terpilih dalam Pemilu 2024.

Jika kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud bertekad melakukan perlawanan atas hasil pemilu, mereka harus merujuk pada Pasal 286 UU No.7/2017 tentang Pemilihan Umum dan aturan Bawaslu tentang dugaan pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan massif (TSM).

Kedua pasangan tersebut juga harus menghadirkan data, informasi, dan bukti-bukti TSM di 50 persen wilayah provinsi di Indonesia serta membuktikan bahwa pelanggaran tersebut masuk dalam skala massif dan sistematis.

"Jelas tidak mudah untuk bisa menghadirkan basis bukti sebesar dan sevalid itu," tambah Ahmad Khoirul Umam.