Pengamat: Masyarakat Nggak Percaya Dengan Pemerintah, Semuanya Bisa Diatur! 

Alasan Aksi Massa Tuntut Tegakkan Demokrasi
Aksi Demonstrasi Mahasiswa Di Semarang Tolak Demokrasi Ditegakkan Berujung Ricuh Dengan Aparat Kepolisian. Dicky A Wijaya/RMOLJawaTengah
Aksi Demonstrasi Mahasiswa Di Semarang Tolak Demokrasi Ditegakkan Berujung Ricuh Dengan Aparat Kepolisian. Dicky A Wijaya/RMOLJawaTengah

Demonstrasi menolak intervensi atas demokrasi di Indonesia ditegakkan terjadi di beberapa daerah dan di Jakarta minggu ini.


Situasi memanas setelah isu judicial review pemilihan kepala daerah (Pilkada) tentang batasan umur ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Keputusan MK ini dilawan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah dengan upaya merevisi Undang-undang. 

Dalam hitungan hari DPR RI kemudian berupaya mengesahkan Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UU batal dilaksanakan.

Buntutnya, upaya dari DPR RI dan Pemerintah ini dinilai merugikan masyarakat dan seperti di dalamnya ada campur tangan pemerintah. 

Bahkan, aksi massa diwarnai bentrokan dengan aparat keamanan di berbagai lokasi. Rencana pemerintah berupaya merevisi Undang-undang Pilkada, bagi masyarakat dianggap merugikan dan memunculkan persepsi pemerintah ikut campur tangan dalam mengurusi pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. 

Menanggapi isu ini Pengamat Politik Universitas Diponegoro, Yuwanto PhD, menjelaskan, kritikan dalam bentuk demonstrasi menunjukkan masyarakat hilang kepercayaan dengan pemerintah. Padahal, masyarakat menilai demokrasi menjadi pedoman bernegara dan rakyatlah yang memiliki kedudukan tertinggi dalam menentukan keberhasilan pemerintahan. 

"Hal ini yang dianggap masyarakat (sebagai-red) dinodai pemerintah. Aturan tentang Pilkada dengan dasar putusan MK dinilai cacat karena tidak sesuai aturan aslinya dan sudah diintervensi pemerintah kemungkinan karena maksud dan tujuan tertentu. Itu yang dilihat masyarakat, namun rakyat bergerak untuk memperjuangkan demokrasi bisa jadi karena masyarakat tidak puas dengan pemerintahan sekarang," jelas Yuwanto, Sabtu (24/08). 

Bila menyikapi isu terjadi, Yuwanto menilai, pemerintah di mata masyarakat terlihat bisa mengatur segalanya termasuk revisi aturan tertentu diluar proporsi menjalankan pemerintahan. Namun, tegangnya politik Tanah Air terasa bisa saja karena kekecewaan masyarakat dengan kinerja pemerintah. 

Dengan kata lain, perpolitikan semakin memanas atas dasar keinginan masyarakat agar segera ganti pemerintahan baru. Itu, menurut Yuwanto, bukti masyarakat bosan dengan model pemerintah dalam mengatur rumah tangga demokrasi. 

"Masyarakat mungkin bosan dengan pemerintahan yang kaku dan keras dalam menjalankan tugasnya termasuk dalam tanggung jawab menyelenggarakan demokrasi. Itu bukti, dengan kata lain masyarakat ingin model baru dan pemerintahan baru segera bekerja. Kan kelihatan, jika aturan seharusnya tidak bisa jadi bisa, dapat dibuat kan? Masyarakat kecewa karena hal itu sama saja mencederai demokrasi," terang Yuwanto.