PN Semarang Tolak Pra Peradilan MAKI Kasus Calo Penerimaan Bintara Polda Jateng

Hakim Tunggal Kairul Saleh menolak permohonan praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tentang penanganan pidana lima oknum polisi calo penerimaan Bintara Polri di wilayah Polda Jawa Tengah karena tidak mampu menunjukkan bukti nomor surat penghentian perkara dugaan korupsi tersebut.


Dalam sidang di PN Semarang, hakim menyatakan gugatan MAKI tersebut tidak dapat diterima. 

Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan penghentian penanganan suatu perkara yang dimulai dengan serangkaian penyidikan.

Ia menjelaskan pemohon dalam gugatannya hanya melampirkan bukti surat berupa hasil print media massa dari pemberitaan tentang penanganan perkara dugaan calo penerimaan bintara itu.

Padahal, lanjut dia, dalam setiap melakukan tindakan penyidikan harus dibuat dalam bentuk surat. 

"Pemohon menyampaikan bukti surat publikasi di media massa, hal tersebut tidak sejalan dengan ketentuan KUHAP," katanya.

Atas pertimbangan tersebut, hakim sepakat dengan jawaban termohon yang menyatakan permohonan praperadilan tersebut kabur.

Karena syarat formil dalam gugatan tersebut tidak memenuhi syarat, maka hakim tidak mempertimbangkan pokok perkara.

Ditemui usai sidang, kuasa hukum MAKI, Utomo Kurniawan, menilai Kapolda Jawa Tengah sebagai tergugat dalam perkara ini masih belum melaksanakan instruksi Kapolri tentang penyidikan pidana terhadap kasus oknum polisi calo bintara.

Sebelumnya diberitakan, lima anggota polisi yang diduga sebagai calo penerimaan bintara Polri di Polda Jawa Tengah diproses pidana. 

Penanganan perkara itu dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah.

Lima anggota polisi ialah Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z, dan Brigadir EW. Mereka telah terbukti melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian.

Tiga anggota polisi, yakni Kompol AR, Kompol KN, dan AKP CS dijatuhi hukuman demosi selama dua tahun; sedangkan dua lainnya yaitu Bripka Z dan Brigadir EW dijatuhi hukuman dengan ditempatkan di tempat khusus masing-masing selama 21 hari dan 31 hari.

Dalam perbuatannya, para anggota polisi tersebut memperoleh uang yang dipungut dari para orang tua calon bintara dengan jumlah total mencapai Rp9 miliar.