Prof Dr R Benny Riyanto SH, MH, CN: Marwah Kementerian Hukum dan HAM Harus Dipertahankan

Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Prof Dr Benny Riyanto
Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Prof Dr Benny Riyanto

Marwah Kementerian Hukum dan HAM sebagai pusat kegiatan perancanaan sampai pengundangan dan pendokumentasian harus dipertahankan. Semangat itu tidak lain dalam rangkat meneguhkan UU No 12 Tahun 2011. Adanya tumpang tindih terkait ranah yang menjadi domain tersebut harus dihilangkan. ‘’Prinsip satu pintu itu penting agar koordinasi dan supervisi dapat lebih efektif,’’demikian diungkapkan Dirjen Perundang Undangan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Prof Dr Benny Riyanto, Selasa (19/4).


Pendapat serupa juga disampaikan Pakar Hukum Tata Negara, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra. Menurutnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Kementerian Hukum dan HAM merupakan menjadi center dalam segala kegiatan perancangan sampai pengundangan, Karenanya sejak era Yusril, prinsip kebijakan satu pintu atau  one gate policy  secara serius dilakukan melalui tata kelola yang lebih sistematis. ‘’Saya yang memulai dan merintis kegiatan pengundanan tidak dilakukan Menteri Sekretaris Negara, tetapi melalui Kementerian Hukum dan HAM. Jadi saya tegakan, Setneg tidak punya kewenangan dalam konteks ini,’’ujarnya.

Secara lebih teknis, masih menurut Yusril, tugas sekretaris negara lebih mendasarkan pada aspek administratif. Apalagi merujuk juga pada Peraturan Presiden No 44 Tahun 2015 terkait tugas Kementerian Hukum dan HAM disebutkan, yakni menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Bahkan dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Presiden tersebut telah ditegaskan bahwa Kementerian Hukum dan HAM yang menjadi leading sector. Artinya terkait dengan kegiatan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang peraturan perundang-undangan tegas menjadi tupoksi Kementerian Hukum dan HAM. Implentaasi secara teknis dilakukan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan strukturnya di bawah Menteri.

Disayangkan DPR

Kisruh terkait kewenangan atau tugas pokok di atas mengemuka ke publik setelah Sekretariat Negara (Setneg) menyampaikan usul tersebut. Pandangan itu mengemuka dalam rapat Panja terkait Pembahasan RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

Hal itu sontak mengundang perhatian dari Ketua Badan Legislagi (Baleg) Willy Aditya. Menurutnya perdebatan kedua kementerian ini sebagai tindakan memalukan. Willy geram pemerintah seolah menggunakan DPR sebagai fasilitator perebutan kewenangan.

"Pemerintah ini memalukan. Bagi saya, diselesaikan saja di pemerintah jangan jadikan DPR sebagai fasilitator dalam keributan ini," ujar Willy dalam Rapat Panja di Kompleks Parlemen, Senayan,

Mulanya, perebutan itu terjadi ketika pembahasan daftar inventaris masalah (DIM) 64 untuk Pasal 85 ayat (1) yang menyebut pihak berwenang melakukan pengundangan merujuk pada pasal 82 huruf a, huruf b, dan huruf c, adalah kesekretariatan negara atau Setneg.

Namun, dalam ayat (2) disebutkan pihak yang berwenang melakukan pengundangan peraturan perundang-undangan merujuk pasal 81 huruf d adalah menteri atau kepala lembaga di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan, dengan kata lain Kemenkumham.

Artinya DIM ini menuju pada pengklasteran pengundangan. Nantinya UU dan peraturan pemerintah (PP) akan diundangkan oleh Setneg, sedangkan ketentuan perundang-undangan lainnya berada di bawah Kemenkumham.

Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Benny Riyanto mengaku sebenarnya kebingungan sebab Presiden Jokowi telah memanggil Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bersama dengan Mensesneg Pratikno terkait pembahasan ini. "Kami sebagai pelaksana di lapangan juga bingung. Selesai dipanggil presiden, Pak Menkumham itu langsung telepon saya dan beliau mengatakan bahwa kami sudah ada titik temu bersama Mensesneg di hadapan bapak Presiden," ujar Benny.

Sementara Deputi Bidang Perundang-undangan dan Administrasi Hukum Kemensesneg, Lydia Silvanna Djaman mengungkap Pratikno berulang mengkonfirmasi bahwa sikap pemerintah sesuai DIM yang tertera.

"Berulang-ulang kali kami mengkonfirmasi pada Pak Mensesneg dan Pak Mensesneg sesuai arahan Pak Presiden minta DIM pemerintah dipertahankan," katanya.

Wakil Ketua Baleg Ahmad Baidowi mengatakan DIM yang dimaksud dapat menimbulkan kerancuan sebab merupakan hal baru dan rentan terjadi dualisme yang menyulitkan implementasi di lapangan. Ia pun meminta pemerintah membuat kesepakatan terlebih dahulu.

"Kalau melihat ini, mohon maaf, gimana ya? Seharusnya sikap seperti ini tidak muncul di ruang seperti ini," tegasnya. Sebagai simpulan, sekaligus rekomendasi adalah pernyataan dari Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra. Intinya terkait dengan ranah perundang undangan, sesuai dengan mandat konstitusi juga harus menjadi tupoksi Kementerian Hukum dan HAM. ''Setneg itu tidak punya kewenangan dalam pembentukan regulasil,''tegas Yusril lagi.

Lebih dari itu, yang terpenting adalah pemerintah harus satu suara juga. Masing masing kementerian harus melaksanakan tugas dan fungsinya dengan memijakkan pada koridor seperti tertuang dalam Perpres tentang SOTK kementerian yang ada.