Warga di eks-kompleks Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) di Jalan Yogya, Veteran, Solo, Kedung Jati, Gundi, Randusari, dan Semarang, tolak keras rencana penggusuran tanah dan bangunan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI).
- Ramai Di Medsos, Penolakan Jalan Sehat HUT GBI Karangalit Salatiga
- RSI Tunas Harapan Salatiga Diresmikan, Pj Wali Kota: Yakin 2 Hingga 3 Tahun Menjadi Tipe C
- Kapolres Salatiga: Seluruh Anggota Tidak Ada Yang Bermain Politik Praktis
Baca Juga
Mediasi agar bisa mencari jalan keluar dilakukan, Senin (22/07) sore libatkan beberapa tokoh, antara lain Anggota DPR RI Riyanta, Pengacara Novel Al Bakrie, serta perwakilan puluhan warga.
Pengacara warga Eko Haryanto mengatakan, pihak warga merasa dirugikan dengan penggusuran PT KAI. Warga ingin harapannya tanah tempat mereka tinggal bisa jadi hak milik karena sudah tinggal selama puluhan tahun. Apalagi, PT KAI dalam penggusuran tidak memiliki dasar hukum jelas.
"Sudah lama. Penggusuran tanpa ada eksekusi pengadilan. Ada yang menang perkara, ada yang kalah. Tanah ini statusnya adalah tidak ada kepemilikan," kata Eko.
Warga juga tak tenang karena mendapatkan somasi dengan munculnya rencana penggusuran. Beberapa orang bahkan diancam agar secepatnya pindah tempat dalam waktu ditentukan pihak tertentu.
Namun, warga tetap berharap supaya dapat tinggal selamanya di eks-kompleks PJKA itu. Eko mengatakan, bukan tanpa dasar, keinginan warga karena rumah dan bangunan tempat tinggal ditempati telah puluhan tahun jadi milik warga.
"Justru, warga memperjuangkan tanah dan bangunan jadi milik mereka. Dasar hukumnya, bahwa tanah ini memiliki hak pakai. Ada beberapa blok, memiliki dasar hukum untuk somasi ke PT KAI," terang Eko.
Sedangkan, pengacara Novel Al Bakrie memberi pemahaman ke perwakilan warga, warga punya hak untuk protes. Penggusuran tanpa dasar hukum sama dengan dijajah, maka agar proses bisa diterima, PT KAI harus menyelesaikan sengketa di pengadilan.
"Orang-orang yang mengurusi pertanahan seringkali pasti tidak mau terbuka. Dan modusnya seperti itu. Jadi, sengketa harus diselesaikan dengan adil dan ada dasar hukumnya. Penggusuran kan sama halnya dijajah. Kita harus memperjuangkan hak warga agar bisa mendapatkan haknya. Yang jelas tidak bisa seperti itu. Sekarang zamannya modern, tidak ada lagi kompeni atau penjajahan," terang Novel.
Riyanta, anggota DPR RI turut hadir dalam mediasi menilai, hukum jika tidak adil akan memihak ke pihak tertentu dan memiliki kuasa. Ia berharap, mediasi bisa menemukan titik temu antara dua belah pihak dan hasilnya diharapkan dapat diterima semua pihak.
"Kita harus bertemu baik-baik dan tidak ada lagi hukum yang berat sebelah. Pihak terlibat harus bisa menerima keputusan agar tidak hanya menguntungkan satu sisi saja. Mungkin segera harus bisa dipertemukan agar keputusannya final dan cepat selesai," kata Riyanta.
- PON XXI: Jateng Sumbang Dua Medali Perunggu Dari Drumband
- Jelang Pilkada 2024, Polres Wonosobo Gelar Patroli Skala Besar
- PHK Massal Ribuan Buruh Di Jawa Tengah