Setelah Disahkan Perdanya, Tidak Ada Lagi Sekolah Menolak Anak Difabel

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang penyandang disabilitas. Melalui Perda ini maka hal penyandang disabilitas baik dari segi pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya secara resmi dilindungi.


Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pembentukan Perda Penyandang Disabilitas, Dyah Ratna Harimurti mengatakan dengan adanya Perda tersebut maka akan dijadikan landasan perlindungan bagi kaum disabilitas. 

"Ada aturan khusus dalam Perda ini, misalnya sarana dan prasarana di lingkungan pemerintah harus disediakan seperti akses parkir dan akses menuju kantor tersebut," kata Detty, sapaannya, Jumat (19/11).

Di dalam Perda ini akan mengatur tentang sekolah inklusi, dan di kota Semarangs endiri telah memiliki 17 sekolah inklusi. Dengan Perda ini, lanjutnya, sekolah tidak boleh menolak siswa yang memiliki kebutuhan khusus, namun dengan catatan siswa tersebut sudah melalui asesmen psikolog.

"Jadi sekolah tidak boleh menolak anak disabilitas, tapi ada syarat mereka masuk ke sekolah reguler yaitu ada asesmen dari psikolog," jelas perempuan yang juga menjabat sebagai anggota Komisi D DPRD Kota Semarang ini.

Tak hanya itu, Pemerintah Kota Semarang juga memiliki rumah duta revolusi mental (RDRM) yang bisa melayani asesmen bagi anak-anak disabilitas. Detty menyebut, assessment bisa dilakukan membuat psikolog swasta secara mandiri, selain itu juga wajib ada guru pendamping khusus di setiap sekolah jika ada.

"Sarana dan prasarana di sekolah juga harus dapat mendukung siswa disabilitas," imbuhnya.

Detty juga mengaku telah mengunjungi salah satu sekolah inklusi yang ada di Semarang yang memang sudah memiliki tempat khusus bagi anak berkebutuhan khusus diluar jam pelajaran. Nantinya, Perda ini akan memuat pendataan penyandang disabilitas yang hingga saat ini memang belum semuanya terdata.

Dengan adanya pendataan ini maka anak-anak berkebutuhan khusus akan bisa dilindungi dan dilayani dengan lebih maksimal, bahkan diharapkan bisa hidup mandiri.

"Pendataannya harus lebih rigid, banyak yang belum terdata misalnya tuna rungu. Ada juga yang diumpetin orang tua, bahkan tidak masuk di Kartu Keluarga (KK)," tuturnya.

Harapannya dengan adanya Perda ini maka akan bisa melindungi dan memenuhi hak kaum difabel, dan Pemkot Semarang akan bisa meningkatkan fasilitas ramah difabel.

"Kami minta Pemkot bisa melakukan sosialisasi perda ini dan merealisasikan sarana dan prasarananya," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Semarang, Muthohar menyampaikan, akan segera mensosialisasikan perda tersebut kepada kaum difabel, masyarakat, dan stakeholder terkait. Sebelumnya,pihaknya telah melakukan pendataan namun perlu diperbaharui.

"Dinas Sosial  sudah melakukan berbagai program untuk mendukung kemandirian para penyandang disabilitas, misalnya pelatihan. Dari data yang ada ada sekitar 5 ribu, nanti akan kita update lagi," jelas Muthohar.