Sikapi Pilkada, ASN Diminta Bijak Bermedia Sosial

Ilustrasi
Ilustrasi

Ketua Bawaslu Rembang, Totok Suparyanto, menyebutkan bahwa pada Pilbup 2020 ada 10 pelanggaran netralitas ASN, sedangkan pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 tercatat ada 9 pelanggaran.

"2020 satu orang yang kena sanksi moral, sembilan ASN kena sanksi disiplin sedang, ini rekomendasi dari KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara). Sanksi sedang itu bisa penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, penundaan kenaikan gaji, itu macam-macam. Yang 2024 kemarin sembilan kena sanksi moral dan satu kena hukuman disiplin sedang," jelas Totok Suparyanto.

Totok juga menguraikan berbagai kategori pelanggaran netralitas ASN, termasuk 15,9% terkait postingan, like, atau komentar di akun atau grup pemenangan calon, 12,9% mengikuti kampanye, dan 11,3% terkait sosialisasi calon di media sosial. Sebanyak 18,9% pelanggaran lainnya melibatkan tindakan mendukung salah satu pasangan calon. 

"Aparatur Sipil Negara (ASN) diharuskan menjaga netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023. ASN perlu memahami sejumlah tindakan yang dikategorikan sebagai pelanggaran netralitas," tandas Totok.

Sementara itu Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Rembang, Arif Romadlon, mengatakan, bentuk pelanggaran netralitas ASN antara lain, memasang spanduk atau baliho calon peserta pemilu, melakukan sosialisasi atau kampanye di media sosial, serta menghadiri deklarasi dan kampanye pasangan calon.

"Kemudian untuk di media sosial, pelanggaran netralitas ASN meliputi membuat postingan, komen, share, like, follow dalam grup atau akun bakal calon, memposting pada media sosial yang berkaitan dengan bakal calon," jelasnya.

Arif juga mengungkapkan, netralitas ASN menjadi isu sensitif selama Pemilu 2019. Data dari Bawaslu menunjukkan lebih dari 1.000 kasus pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020. Dampak dari ketidaknetralan ASN antara lain diskriminasi layanan, kesenjangan hidup ASN, dan konflik kepentingan.

"Dampak dari ketidaknetralan ASN akan menimbulkan diskriminasi layanan dan adanya konflik kepentingan. Padahal ASN dibentuk untuk melayani masyarakat secara umum dan netralitas ASN mendukung prinsip-prinsip demokrasi dan good governance," imbuhnya.

Arif menegaskan bahwa meskipun ASN memiliki hak untuk menyalurkan suara saat pemungutan, mereka tidak boleh mengungkapkan dukungan politik di ruang publik atau media sosial.

"Kami himbau ASN agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial, terutama pada masa kampanye seperti ini. Kami himbau agar ASN tidak melakukan kampanye atau sosialisasi (salah satu pasangan calon- red) di medsos, berupa posting, komentar, membagikan tautan atau memberikan icon lain," tegasnya.