Sirajuddin Isa ibn Shalahuddin Al-Ma’bariy, Tokoh Islam Pertama di Jawa

Berdasar Penemuan Nisan Sebelum Masa Wali Songo
H. Sariat Arifia, Peneliti Sejarah dan penulis buku Fatahillah dan Wali songo, Bersama Tim Ekspedisi Wali Songo, perawat Makam dan Penduduk sekitar Makam Sirajuddin Isa ibnu  Shalahuddin al Maba'ry. Istimewa
H. Sariat Arifia, Peneliti Sejarah dan penulis buku Fatahillah dan Wali songo, Bersama Tim Ekspedisi Wali Songo, perawat Makam dan Penduduk sekitar Makam Sirajuddin Isa ibnu Shalahuddin al Maba'ry. Istimewa

Sejarah soal siapa sosok penyebar Islam di Indonesia, sebelum masa Wali Songo, akhirnya terkuak. Bukan Syech Jumadil Qubro ataupun Syaikh Maulana Maghribi, tapi Sirajuddin Isa ibn Shalahuddin Al-Ma’bariy di Tuban, Jawa Timur.


Makam ini diprediksi sudah ada sejak 26 Rabi’ul Awal 782 Hijriah atau dalam kalender masehi, 7 Juli 1380.

Fakta ini terkuak dari hasil penelitian Tim Ekspedisi Wali Songo bersama peneliti sejarah dan penulis buku Fatahillah, Sariat Arifia bersama Ahli Epigrafi Indonesia dari Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa), Tengku Taqiyuddin, terkait Kubur Mbah Modot yang dipublikasikan ejournal BRIN. 

"Nisan Sirajuddin Isa ibn Shalahuddin Al-Ma’bariy menjadi nisan kubur dengan epigrafi lengkap yang paling awal bisa di temukan sebelum era Wali songo pertama Malik Ibrahim. Penemuan nisan ini berdampak kepada historiografi penyebaran Islam di Pulau jawa yang harus memasukkan temuan baru ini sebagai historiografi baru, mengingat Gelar Sirajuddin pada tokoh Isa ibnu Shalahuddin al Maba'ry, bukan gelar main-main," kata Sariat dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/9).

Menurut Sariat, Sirajuddin bisa dimaknai sebagai 'Pelita' atau sinar penerang agama Islam. Merupakan teks tertulis. Bukti nyata. 

"Tokoh ini bukan kaleng kaleng. Dia adalah walisongo pertama yang "belum pernah " ditulis dalam sejarah. Baik oleh Raffless, De graff, Snouck Hurgronye ataupun juga berbagai babad baik dari Gresik, Jawa, Cirebon maupun Banten. Inilah seorang penyiar Islam pada masa ratusan tahun sebelum lampau sudah ada satu tokoh islam yang menjadi penerang di kota mercusuar " tuban". Kota metropolisnya jawa timur dari abad 4 sampai abad 18," paparnya.

Sariat yang juga peneliti sejarah Islam Indonesia dan penulis buku Fatahillah berdasarkan Grounded Research, menerangkan, penemuan nisan kubur bertulis memiliki teks deskripsi di tuban merupakan suatu kemewahan mengingat begitu langkanya. 

"Nisan dengan teks yang lengkap. Ini yang membuat penemuan dan pembacaan nisan ini menjadi bersejarah. Sama sepertinya epigrafi pada nisan di sedayu, atau juga Penemuan nisan dengan teks “Sultan Mahmud” di Banten," terangnya.

Walau ada temuan nisan Fatimah binti Maimun dengan tulisan tahun lebih tua, papar Sariat, namun hal ini tidak di kategorikan sebagai nisan kubur. 

"Berbeda dengan nisan Sirajuddin Isa Ibnu Shalahuddin Al Ma’bariy. Nisan ini adalah nisan kubur dan perlu di ketahui bahwa nisan ini bukanlah nisan satu satunya. Karena di wilayah yang relatif berdekatan yakni di komplek raja kingking, Tuban. Juga terdapat nisan dengan model, tipologi yang sama dan rangka tahun yang tidak jauh berbeda," urainya.

Salah satu ciri khas dari model nisan tipologi Tuban ini, lanjut Sariat, adalah adanya Pesan penting yang di taruh di atas nisan pada ornament bunga yang berbunyi “سَلُوا الْبَاقِيَ" yang berarti Mintalah kalian kepada Yang Maha Kekal!”. 

"Seruan seperti begitu Istimewa dan begitu khas mengingat belum pernah dijumpai pada batu-batu nisan di Aceh dan juga di Jawa," tandasnya.

Terkuaknya temuan ini, membuat seluruh pegiat sejarah Indonesia, berharap Semoga renovasi dan perawatan kedua tipologi nisan khas Tuban ini bisa di konservasi lebih baik dan benar-benar sesuai kaidah perawatan arkeologis. 

Dan tentunya bebas dari semen, cat, panas, hujan. Mengingat di jawa. Epigrafi nisan ini jumlahnya tidak sampai jari di tangan kita sendiri.

Berikut hasil bacaan Tim Ekspedisi dan peneliti serta Ahli Epigrafi Islam atas Inskripsi yang tersisa di batu nisan Tuban yang di kenal sebagai Mbah Modot berbunyi:

Baris 1. ... المَرْحُوم [المَغْفُور]

Baris 2. سِرَ[ا]ج الدِّين [عيسى] [ابن؟]

Baris 3. صَلاَح الدِّين المَعْبَرِي تَغَمَّدَهُ

Baris 4. اللهُ بِالرَّحْمَةِ وَ الرِّضْوَانِ تُوُفِّيَ

Baris 5. يَوْمَ الأَحَدِ السَّادِسَ والعِشْرِين مِنْ

Baris 6. رَبِيعِ الأَوَّل سَنَةَ اثْنَيْنِ وَثَمَانِين وَسَبْعِمِاية

Artinya:

Baris (1) … orang yang dirahmati, [lagi diampuni];

Baris (2) Siraju-d-Din [‘Isa] [ibn?];

Baris (3) Shalahu-d-Din Al-Ma’bariy, semoga Allah meliputi dia;

Baris (4) dengan kasih sayang dan ridha-Nya, wafat;

Baris (5) pada hari Ahad, dua puluh enam dari; (6) Rabi’ul Awal, tahun tujuh ratus delapan puluh dua.

Menurut Tengku Taqiyuddin, tulisan tentang Al-Ma’bariy المعبري, menunjukkan Penyebutan identitas asal Ma’bar wilayah Tamil Nadu atau pantai Coromandel dalam penyebutan Arab. 

Kehadiran tokoh ini di Tuban, Jawa Timur, ikut membuktikan penjelajahan Muslim yang luas Dalam penelitian nisan nisan di Aceh yang berjumlah ribuan selama puluhan tahun, Tengku Taqiyuddin mengatakan inilah satu satunya nisan yang menunjukkan asal identitas dengan jelas. 

Tengku Taqiyuddin meyakini, Ma’bar (Tamil Nadu), Lamuri (Aceh) dan Tuban terkoneksi, dan memiliki hubungan yang tidak saja dalam soal perdagangan maritim, tetapi juga dengan Dakwah Islam.(*)