Agenda panjang Pemilu 2023/2024 menjadi berkah tersendiri bagi tenaga survei tersebar di seluruh Indonesia.
- Buntut Demo Mahasiswa UIN Salatiga, Rektor Akui Terduga Pelaku Masih Ada Dilingkungan Kampus
- Ketua DPRD Kota Semarang Harap RMOL Jateng Jadi Mitra Lembaga Kedewanan
- Peringati HKN, RSUD Temanggung Terima Kendaraan Operasional Dari Bank Jateng
Baca Juga
Seperti yang dirasakan oleh Syarifudin Apelabi, Mahasiswa Strata Dua (S2) Perguruan Tinggi (PT) di Semarang calon advokat asal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Lama di pulau Jawa, diakui Syarif, sapaan karib pemuda kelahiran Leubatang, Lembata Flores NTT 24 April 1995 ini benar-benar menempanya menjadi perantauan jauh dari sanak saudara sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kepada RMOLJateng tengah berkunjung di salah satu rumah warga di kawasan Perumahan Taman Mutiara, Kelurahan Tingkir Tengah, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Syarif sedikit mengisahkan perjalannya hidupnya hingga ia tidak merasa asing dengan kegiatan survey.
Bukan hal yang baru bagi Syarif melakukan pekerjaan sebagai tenaga survei. Pernah mengeyam pendidikan di Univeritas Semarang (USM) dengan jurusan Fakultas Hukum Strata Satu (S1), telah mengikuti dunia survei sejak lulus SMA.
"Awalnya karena memang mengisi kekosongan saat libur. Kalau pulang kampung membutuhkan biaya, sehingga lebih baik di perantauan sambil mencari sampingan," ungkap pemuda yang kini berdomisili di Gayamsari Selatan No 12, Tembalang Kota Semarang.
Berbekal keberaniannya selama diperantauan, mantan siswa
1 MI Nurul Hadi Leubatang (2008), dilanjutkan pendidikan di MTs Nurul Huda Balong Bendo, Sidoarjo, Jawa Timur hingga melanjutkan pendidikan di SMK AR-Rahman Srandakan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2014, Syarif mengakui belajar mengenal beragam organisasi menjadi ihwal ia menguliti satu lembaga survey ke lembaga survey lainnya.
"Saya mengikuti sejumlah organisasi diantaranya IPM Bantul (2012-2014),
ORDA JATENG-DIY (2015-2017), HMJ FH USM (2016-2017), BEM FH USM (2017-2018) dan HMI Cabang Semarang," terangnya.
Banyak sudah kisah yang dilalui Syarif ketika menjalankan sebagai pewawancara dalam satu lembaga survei.
Entah dicaci, entah dimaki kadang juga dia harus menerima sikap dan perilaku yang kurang santun menjadi makanan sehari-harinya menjalankan kesibukan di lembaga survey.
Tak jarang Ia pun sering dicurigai sebagai seorang yang dianggap patut diduga pelaku tindak kejahatan.
"Saya terima dengan iklas. Itu juga mengapa kami harus dilengkapi surat resmi dan lebih dahulu 'kulonuwun' permisi kepada kepala lingkungan baik Camat, Lurah hingga RT dan RW," imbuhnya.
Syarif yang memiliki cita-cita sebagai Advokat dan kini tengah mendalami profesi mentereng tersebut, berupaya menjadikan kegiatan di lembaga survei sebuah pengalaman sekaligus ilmu yang berharga dalam hidupnya di saat dirinya jauh dari keluarga tercinta.
"Orang tua saya seorang petani biasa. Saya ingin membuat mereka bangga, meski diperantauan anaknya berhasil," terangnya.
Meski hasil materi yang didapat setiap kali mengikuti satu lembaga survei tidak terlalu besar, namun Syarif merasa bersyukur. Setiap pengalaman akan dijadikan cambuk meraih lebih baik lagi.
- Jembatan Penghubung di Desa Pranten Batang Kembali Dibuka Setelah 2 Tahun Terputus
- Molor, Kontraktor Islamic Center Batang Didenda Rp11 Juta per Hari
- Pangdam IV/Diponegoro Tekankan Pentingnya Kewaspadaan dan Profesionalisme Prajurit Satgas Pamtas RI-RDTL