Banjir rob yang melanda wilayah Pantura yaitu Semarang, Pekalongan dan Demak dipicu oleh tanah pesisir terus turun sehingga laut lebih tinggi dari daratan.
- Tilang Manual Satlantas Polres Sukoharjo Jaring 1000 Pelanggaran, Didominasi Pelajar
- Turun PPKM Level 2, Bupati Banyumas Minta Masyarakat Jangan Euforia
- Dikawal' Babinkamtibmas, Wali Kota Salatiga Mengendarai Motor Dinas Polisi Menuju Rumdin
Baca Juga
Peneliti Geodesi Institute Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas mengatakan, penurunan air tanah sekitar 10-20 cm per tahun dapat menjelaskan banjir rob terjadi cukup parah di Pantura saat ini.
"Pada tanggal 23 Mei 2022, ketika terjadi banjir yang cukup parah di Pantura tapi tidak terjadi dengan wilayah Jakarta," ungkap Heri di sela-sela diskusi publik dengan tema 'Pantura Makin Tenggelam : Kita Mesti Apa?", dalam rangka menyambut Hari Lingkungan Sedunia, di Semarang, Sabtu (4/6).
Padahal, lanjut dia, Jakarta merupakan bagian dari Pantura yang memiliki pasang surut mirip dengan Semarang, Pekalongan dan Demak. Ke tiga daerah tersebut yang disebut dilanda fenomena perigi, yakni kondisi bulan lebih dekat dengan bumi sehingga gaya tarik menarik lebih besar.
"Jika pasang surut dari laut dengan kondisi perigi telah ada sejak bumi ini terbentuk," papar dia.
Menurut dia, banjir rob akan lebih mudah dijelaskan ketika tanah pesisir mengalami penurunan atau terjadi land subsidence. Sementara, air laut mengalami kenaikan atau terjadi sea level rise.
Sedangkan, faktor lain seperti pasang surut air laut, gelombang tinggi dan faktor lainnya menjadi faktor penambah.
"Gelombang tinggi serta tanggul jebol terjadi pada beberapa saat lalu memperparah kejadian banjir rob," terang dia.
Adapun, lanjut dia. beberapa penyebab penurunan air tanah disebabkan oleh proses alami, tanah lunak, teknonik dan ekspoiltasi tanah.
"Salah satu permasalahan pemahaman dan penyikapan terhadap banjir rob ditengarai datang dari kelemahan regulasi serta kelembagaan. Banjir rob dan penurunan tanah belum secara tegas masuk di Undang-Undang Kebencanaan," tukasnya.
Heri menegaskan, banjir rob perlu ditangani baik jangka pendek maupun panjang. Penanganan jangka pendek diperlukan pembuatan tanggul, peninggian infrastruktur pesisir dan pembuatan sistem polder.
"Sedangkan, jangka panjang bisa dicari alternatif untuk substitusi air tanah, perbaikan tata ruang dan lain-lain dengan tujuan mengendalikan laju penurunan tanah.
- Desa Binaan UKSW Menangi Lomba BCA Desa Wisata Award
- Putra Bungsu Presiden Jokowi Dikabarkan Menikah Desember Ini
- Pengendara Tak Helm Capai 93 Persen Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Pekalongan