Terkait Kasus Perobohan Tembok Kraton Kartosura, Ini Penjelasan Pemilik Tanah

Pemilik tanah yang membongkar tembok keraton Kartasura Burhanudin, melalui kuasa hukumnya dari Bambang Ary Wibowo dari Kantor Hukum Bambang Ary Wibowo SH dan Rekan Solo menjelaskan kronologis kejadian terkait kasus tersebut.


Dimana imbas dari pembongkaran tembok Kraton yang berujung pemeriksaan Burhanudin oleh tim Kejaksaan Agung (Kejakgung) di Kejari Sukoharjo, Rabu (11/5) kemarin.  

Menurut Ary, kliennya membeli tanah tersebut sudah dalam bentuk sertifikat HM atas nama Lina Wiraswati yang tinggal di Lampung. Jadi bukan dalam bentuk Letter C. 

Kliennya membeli tanah seluas 682 meter itu senilai Rp. 850 juta dan diberikan tanda jadi sebesar Rp.400  juta dan sisanya akan dibayarkan pada bulan Oktober mendatang secara bertahap. Karena pembelian lahan belum lunas maka posisi sertifikat saat ini ada di notaris. 

"Klien saya baru memberikan uang muka senilai Rp. 400 juta. Jadi klien kami tidak memegang sertifikat sama sekali, pengajuan IMB juga belum," jelasnya Kamis (13/5). 

Ditegaskan Bambang kliennya tidak mengetahui tembok tersebut berstatus objek diduga cagar budaya (ODCB). Bahkan pemilik lahan juga tidak menjelaskan bila tanah tersebut masuk dalam BCB. 

"Kliennya hanya tahu dari bunyi sertifikat itu bawah tanah ini merupakan hasil dari akta waris, jadi awalnya tanah itu dimiliki oleh tujuh orang dan tahun 2014 sertifikat keluar. Jadi klien saya tidak tahu bagaimana pemilik sebelumnya bisa mendapatkan sertifikat," bebernya.  

Bambang menambahkan, terkait kasus perobohan tembok bekas Keraton Kartasura, selaku kuasa hukum memberikan alternatif mediasi. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) serta Restorasi justice yang saat ini sedang dilakukan, baik oleh kepolisian maupun kejaksaan.

"Kami siap untuk kooperatif dalam menuntaskan persoalan ini," tandasnya.

Bambang juga membantah pernyataan di beberapa media yang menyebut jika tanah tersebut akan dibangun menjadi tempat kost atau bengkel.  

"Hal tersebut tidak benar sama sekali jika tanah tersebut akan dibangun kos-kosan maupun bengkel,” pungkasnya.