Tingkatkan Kolaborasi Negara dan Masyarakat  dalam Penanganan Penyakit Langka

Bangun kewaspadaan bersama untuk menghadapi munculnya kasus-kasus penyakit langka lewat sejumlah upaya antisipatif, dalam rangka melindungi setiap warga negara. 


"Meski langka dan terbilang sedikit jumlah kasusnya, negara harus hadir untuk memberi perlindungan dan bagaimana mengantisipasi munculnya kasus-kasus penyakit langka di tanah air," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Rabu (7/12). 

Menurut Lestari, merupakan tugas negara dan kita semua, untuk membangun kewaspadaan dalam  mengantisipasi munculnya kasus-kasus penyakit langka. 

Karena, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sesuai konstitusi UUD 1945, negara memiliki tugas dan tanggung jawab melindungi  seluruh warga negara, termasuk dari ancaman penyakit langka. 

Meski kasusnya  jarang ditemukan, jelas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, tata kelola penanggulangan penyakit langka patut diciptakan sehingga penanganan dapat segera dilakukan. 

Diakui Rerie, per 2018, tercatat 120 pasien yang terdiagnosis penyakit langka di Indonesia. 

Sementara untuk kasus khusus seperti penyakit kulit langka atau epidermolysis  bullosa, berdasarkan data Yayasan Debra Indonesia (yayasan yang menangani epidermolysis bullosa), per Oktober 2021 tercatat 66 pasien di Indonesia. 

Karena langka, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat masyarakat bahkan petugas kesehatan di daerah seringkali tidak memahami, sehingga kemungkinan besar menghadapi kendala dalam menangani penyakit tersebut. 

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi mendorong agar negara hadir dalam penanganan penyakit langka, sesuai amanah dari UUD 1945.

Apalagi, jelas Nurhadi, 75% penyakit langka diderita oleh anak-anak. Sehingga, tambahnya, seringkali penderita penyakit langka dan keluarganya mengalami tekanan secara mental karena diabaikan masyarakat. 

Nurhadi meminta agar elemen masyarakat juga ikut mengingatkan pemerintah akan pentingnya penanganan penyakit langka tersebut. 

Hingga saat ini, menurut dia, penanganan penyakit langka masih menghadapi sejumlah kendala seperti antara lain dalam hal biaya, karena mahalnya ongkos pengobatan. 

Ironisnya, saat ini BPJS Kesehatan belum bisa menanggung biaya pengobatan penyakit langka ini. 

Nurhadi mendorong agar pemerintah bisa membiayai penelitian dan terapi dalam rangka hadir dalam upaya penanggulangan penyakit langka di tanah air. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi mengungkapkan hingga saat ini tercatat 7.000 jenis penyakit langka yang sudah terdeteksi dan mempengaruhi sekitar 350 juta penduduk dunia. 

Menurut Imran, penyakit langka ini menimbulkan masalah kesehatan yang dialami 8%-10% populasi di Indonesia (27 juta jiwa). Sangat disayangkan, ujar Imran, obat yang tersedia hanya mampu mengobati 5% dari 7.000 penyakit langka yang sudah terdeteksi saat ini. 

Selain itu, ujar Imran, pengobatan penyakit langka juga mahal, karena biasanya penyakit langka baru terdeteksi lewat pemeriksaan yang intensif. 

Imran berpendapat butuh kolaborasi semua pihak dalam penanggulangan penyakit langka di tanah air. Media massa bisa membantu lewat sosialisasi berbagai upaya pencegahan dan ciri penyakit langka. 

Selain itu, tambahnya, masyarakat  dan akademisi juga bisa membantu lewat penelitian dan dukungan pembiayaan penelitian terkait penyakit langka ini.