Ahmad Luthfi yang kini menjabat sebagai Inspektur pada Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri untuk penugasan pada Kementerian Perdagangan, memberi sinyal untuk maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Tengah.
- Paslon Respati-Astrid Blusukan Serap Aspirasi Warga Solo
- Perpanjangan Pendaftaran Paslon Bupati Sukoharjo, Tidak Ada Pendaftar
- Menanti Perang Ide Andika Perkasa Vs Ahmad Lutfi Di Pilgub Jateng 2024
Baca Juga
Seperti diketahui mantan Kapolda Jawa Tengah ini mendapat dukungan dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah (Pilgub Jateng).
Menanggapi banyaknya dukungan dari partai politik besar, diantaranya dari Gerindra, Ahmad Luthfi sebut responnya baik-baik saja.
“Tanggapannya saya baik-baik saja,” ucap Luthfi kepada wartawan, Minggu (04/08).
Meski terkesan hati-hati namun tegas Luthfi sampaikan bahwa bagi seorang pemimpin yang baik tidak boleh pensiun, kecuali jika hal itu sesuai dengan regulasi atau batas usai.
"Jika pensiun karena usia dan regulasi, boleh-boleh saja. Tapi tidak akan pensiun dalam hal pengabdian, dimana pun berada," tegas Luthfi.
Saat ditanyakan kembali apakah pernyataan yang disampaikan tersebut mengarah kepada dirinya, Luthfi tidak mengiyakan.
“Ya itu jawaban saya, (silahkan-red) jabarkan sendiri,” tandas Luthfi.
Sementara itu pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Isy Karima, Ustad Syihabuddin Al Hafiz mengatakan sejak Pemilihan Umum (Pemilu) lalu Ponpesnya rajin disambangi para politisi dari berbagai partai dan tokoh besar.
"Alhamdulillah sejak dari Pilpres (Pemilihan Presiden-red) kemarin kunjungan (ke Isy Karima) sangat banyak. "'Kan memang pesantren dari dulu merupakan perekat semua kekuatan dan sinergi bangsa."
Sosok Ahmad Luthfi, di mata Ustad Sihabudin, adalah sosok yang pemimpin bangsa yang mengikuti paugeran (pakem-red) menjadi pemimpin yang bersilaturahim kepada masyarakat.
"Sosoknya visioner, sangat paham tentang pesantren," imbuhnya.
Ustad Sihabudin sampaikan pesan khusus kepada masyarakat jelang Pilkada, yang di contohkan lewat irama gamelan Jawa Nang Neng Nung Neng Gung.
Menurutnya, gamelan Jawa adalah falsafah dalam politik. Gamelan itu indah saat dibunyikan silih berganti. Akan terjadi sebuah rasa manakala terjadi sebuah kesatuan dalam nada. Akan terjadi sebuah irama yang menarik manakala memahami siapa yang harus di depan dan siapa yang harus dibelakang.
"Dan uniknya Jawa itu yang gung sing paling apik sing neng guri (yang paling bagus adalah yang paling belakang). Itulah pesan politiknya," pungkasnya.
- PON XXI: Jateng Sumbang Dua Medali Perunggu Dari Drumband
- Jelang Pilkada 2024, Polres Wonosobo Gelar Patroli Skala Besar
- PHK Massal Ribuan Buruh Di Jawa Tengah