FLPP, Keberpihakan BTN, dan Harapan Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Rumah, praktis menjadi satu kata yang penuh makna. Dia menjadi dambaan semua orang di muka bumi ini. Hampir pasti, tak ada orang di dunia ini yang tak menginginkan rumah. Apapun bentuknya, di mana pun letaknya, berapa pun harganya, semua orang akan mengerahkan segala upaya untuk memilikinya.


Rumah, praktis menjadi satu kata yang penuh makna. Dia menjadi dambaan semua orang di muka bumi ini. Hampir pasti, tak ada orang di dunia ini yang tak menginginkan rumah. Apapun bentuknya, di mana pun letaknya, berapa pun harganya, semua orang akan mengerahkan segala upaya untuk memilikinya.

Ya,siapapun pasti berhasrat memiliki rumah, baik dengan cara tunai maupun kredit. Bukan saja, mereka yang membelinya untuk investasi masa depan, namun pastinya, rumah menjadi impian bagi mereka yang belum pernah memilikinya. Alhasil, saat kredit menjadi satu-satunya pilihan, maka memiliki rumah tak lagi sebuah impian. Melainkan mimpi yang menjadi kenyataan.

Bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), memiliki rumah adalah impian. Maka saat Pemerintah memiliki program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), masyarakat menyambut penuh sukacita. Dengan kucuran dana FLPP, bagi MBR, memiliki rumah adalah mimpi yang berbuah kenyataan.

Namun, mimpi itu tak selamanya berbanding lurus dengan kenyataan. Pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir, menjadi penyebab lesunya perekonomian, yang ujungnya berdampak pada daya beli masyatakat, apalagi MBR.

Sektor properti terjun bebas. Di Jawa Tengah, penjualan sektor properti mengalami penurunan akibat dihantam badai pandemi Covid-19.

Wakil Ketua Real Estat Indonesia (REI) Jateng Bidang Promosi, Humas, dan Publikasi Dibya K Hidayat mengatakan, penjualan sektor properti di Jateng sepanjang 2020 mengalami penurunan, akibat konsumen masih menunggu masa pandemi Covid-19 berakhir.

Sektor properti khususnya perumahan, sebagian besar hasil transaksi penjualan di Jateng didominasi melalui sejumlah pameran, termasuk kegiatan Property Expo yang digelar REI Jateng selama tujuh kali.

Dibya mengatakan, sepanjang 2020 penjualan perumahan hanya mampu membukukan transaksi Rp123,7 miliar dengan total 199 unit, mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang berhasil mencetak transaksi Rp224,8 miliar dengan total 202 unit.

Tahun lalu, transaksi penjualan perumahan turun tipis hanya 3 unit, bahkan rumah yang terjual hampir sebagian besar adalah rumah menengah dengan harga rata-rata Rp600 jutaan,†ujarnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jateng mencatat, laju pertumbuhan PDRB Sektor Perumahan di Jawa Tengah juga sangat terdampak pandemi Covid-19.

Pada triwulan pertama tahun 2020 sempat tumbuh 3,82 persen, namun pada triwulan kedua 2020 tumbuh minus 2,85 persen, terus berlanjut triwulan ketiga 2020 minus 1,07 persen, dan triwulan keempat 2020 minus 0,90 persen.

Namun demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih optimistis. Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY, Aman Santosa menuturkan, perbankan di Jawa Tengah masih menunjukkan kinerja yang baik di tengah Pandemi Covid-19.

Pertumbuhan kredit perbankan posisi Desember 2020 mencapai 2,01%, lebih baik dari pertumbuhan kredit nasional yang terkontraksi sebesar -2,31%, dan NPL perbankan Jawa Tengah masih terjaga sebesar 4,87%. Dana Pihak Ketiga juga mengalami pertumbuhan 11,18%.

Selain itu, program Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Sektor Jasa Keuangan di Jawa Tengah terus berjalan. Hingga 15 Januari 2021, restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp61,34 triliun dari 1,23 juta rekening.

Untuk perusahaan pembiayaan, tercatat restrukturisasi mencapai Rp16,67 triliun dari 512.970 debitur. Penyaluran Penempatan Uang Negara pada bank umum milik pemerintah dan Bank Jateng telah mencapai Rp42,63 triliun kepada 912.172 rekening.

‘’Diharapkan industri jasa keuangan terus berkontribusi dalam memulihkan perekonomian nasional,’’ kata Aman Santosa, Rabu (17/2).

Sebagai acuan bagi seluruh pelaku industri keuangan dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengembangan sektor jasa keuangan, menurut Aman, OJK telah menyusun Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025 dengan tema Memulihkan Perekonomian Nasional Serta Meningkatkan Ketahanan dan Daya Saing Sektor Jasa Keuangan".

Master plan tersebut fokus pada tiga area yaitu Penguatan Ketahanan dan Daya Saing, Pengembangan Ekosistem Jasa Keuangan, dan Akselerasi Transformasi Digital.

Lantas, mampukah dana FLPP menjadi angin segar bagi MBR untuk memiliki rumah ditengah lesunya ekonomi, terutama isi kantong mereka? Boleh jadi, ini yang perlu diuji.

Sebagai bank pelaksana penyaluran FLPP, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) memiliki tekad mewujudkan harapan dan impian MBR untuk mendapatkan rumah.

Apalagi, tahun 2021 ini, Bank BTN kembali meraih kepercayaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menyalurkan dana FLPP senilai Rp8,73 triliun.

Dana tersebut akan disalurkan melalui program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi konvensional senilai Rp 7,76 triliun dan KPR subsidi syariah senilai Rp 965 miliar.

"Dengan dana FLPP total sebesar Rp 8,73 triliun kami akan menyalurkannya untuk pembiayaan 81.000 unit rumah subsidi pada tahun 2021," kata Plt Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu dalam siaran pers, Jumat (22/1).

Nixon menyatakan, pihaknya akan mengoptimalkan pembiayaan rumah subsidi untuk MBR. Untuk itu segenap jajaran BTN di seluruh Indonesia akan bekerja keras menyukseskan penyaluran FLPP untuk MBR.

Dia pun mengapresiasi kepercayaan pemerintah untuk tetap mendukung sektor properti dengan mempertahankan dana FLPP untuk mendorong pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Nixon, FLPP memegang peranan dalam menyukseskan Program Satu Juta Rumah yang diinisiasi Pemerintah Presiden Joko Widodo.

"Kami akan terus berinovasi, bersinergi, serta melalukan pembenahan dan efisiensi dalam proses penyaluran FLPP di antaranya mengintegrasikan sistem aplikasi KPR kami dengan aplikasi SiKasep yang dioptimalkan oleh Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan sejak tahun lalu," ujar Nixon.

Dia mengungkapkan, dana FLPP akan disalurkan dalam bentuk KPR Sejahtera yang hanya bisa diakses MBR. Melalui fasilitas KPR subsidi tersebut, MBR bisa memiliki rumah dengan uang muka mulai 1% dan suku bunga 5% fixed hingga 20 tahun.

Di sisi lain, Nixon optimistis, pada tahun 2021 pertumbuhan KPR subsidi tetap positif. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor, di antaranya adanya stimulus kebijakan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang didorong pemerintah seperti subsidi bunga KPR dan penyaluran dana PEN tahun lalu yang akan dirasakan dampaknya tahun ini.
"Tahun ini, kami optimistis bisa menjaga pertumbuhan KPR subsidi di kisaran 4-6% secara tahunan," tegasnya.

Sebagai bank pelaksana, Nixon menambahkan, Bank BTN akan menyesuaikan dengan amanah yang diberikan Kementerian PUPR yakni memastikan pengembang menjaga kualitas rumah subsidi yang layak difasilitasi KPR subsidi.

Selain itu, Bank BTN juga akan menggelar Indonesia Property Virtual Expo untuk meningkatkan penyaluran KPR termasuk KPR subsidi serta program pemasaran lain yang menarik untuk mendorong penyaluran KPR sesuai dengan komitmen Bank BTN untuk mendukung Program Satu Juta Rumah.

Nixon menyatakan, pihaknya fokus melanjutkan visi sebagai The Best Mortgage Bank in Southeast Asia in 2025, sehingga ekspansi kredit akan mulai digencarkan kembali mulai tahun ini.

Menurut Nixon, Bank BTN telah menerjemahkan visi tersebut dalam berbagai strategi yang inovatif dan terukur, dengan menggelar berbagai transformasi dan perbaikan proses bisnis sejalan dengan visi tersebut.

Hasilnya, Bank BTN sukses meraih laba bersih senilai Rp1,60 triliun pada kuartal IV/2020, melambung tinggi dari posisi Rp209 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya. Raihan ini naik 6,7 kali lipat dari 2019.

Dalam Rapat dengar Pendapat Komisi XI DPR, Selasa (2/2), Nixon mengungkapkan, selama masa pandemi, Bank BTN mampu mencatatkan pertumbuhan kredit positif, yakni 1,7 persen menjadi Rp260,12 triliun. Kredit dari segmen subsidi menjadi penopang utama dengan pertumbuhan 7,7 persen secara tahunan menjadi Rp107,1 triliun.

Adapun restrukturisasi kredit Bank BTN mencapai Rp57,5 triliun. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross mampu ditekan 67 bps secara tahunan menjadi 4,24 persen. Coverage ratio dari kredit terdampak pandemi pun mencapai 117,30 persen.

Tahun 2021, emiten berkode BBTN ini memproyeksikan laba bersih akan berada di level Rp2,8 triliun. Perseroan membidik kredit dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sejalan pada kisaran 7-9 persen.

Kini, harapan MBR untuk memiliki rumah bergantung pada penyaluran KPR dari dana FLPP tersebut. Namun demikian, syarat ketat sebagai bagian dari prinsip kehati-hatian perbankan terhadap nasabah, terlebih di masa pandemi, telah menunggu di depan mata.

Semoga, penyaluran dana FLPP untuk KPR rumah subsidi bagi MBR, bukan hanya sekadar angin surga belaka, tapi anugerah yang mampu mengubah mimpi mereka menjadi nyata. [sth]