GIMNI: Tambahan Vitamin A Migor Sebaiknya Sukarela

Produsen minyak goreng (migor) menolak kewajiban fortifikasi (penambahan) vitamin A. Pasalnya, aturan ini akan menjadi pemborosan bagi devisa negara karena produsen harus mengimpor vitamin A sintetik. Selain itu, bisa menimbulkan risiko hukum bagi perusahaan jika tidak memenuhi kewajiban.


Direktur Eksekutif Gabun­gan Industri Minyak Nabati In­donesia (GIMNI), Sahat Sinaga menjelaskan, alasan produsen menolak mandatori fortifikasi vi­tamin A minyak goreng. Sebab, kebijakan penambahan vitamin A sintetis haruslah diimpor dari perusahaan di negara lain.

"Jika fortifikasi menjadi wajib, akibatnya Indonesia bergantung kepada impor Vitamin A sintetik. Setiap tahun, kita akan buang devisa ratusan juta dolar ke luar negeri," kata Sahat di Jakarta, kemarin.

Persoalan lain adalah efek­tivitas fortifikasi vitamin A di minyak goreng sawit. Karena ada rentang waktu pengiriman minyak goreng dari pabrik sam­pai ke masyarakat. Isu ini terkait dengan stabilitas Vitamin A mu­lai dari pabrik sampai ke retailer dan retensi vitamin A pada saat penggorengan.

"Tidak ada jaminan berapa kadar kandungan vitamin A sampai di tangan konsumen. Apabila di bawah ambang batas, kami (produsen) bisa dituntut," ucap Sahat.

Produsen juga khawatir den­gan adanya kata penambahan Vi­tamin A. Sebab, jika tidak dita­mbahkan vitamin A meskipun mengandung fortifikan alamiah beta karoten yang setara dengan aktifitas vitamin A 45 IU/g, minyak goreng sawit tidak dapat digolongkan sebagai minyak goreng sesuai SNI meskipun berasal minyak sawit.

Sahat mengusulkan, pengec­ualian untuk kebijakan forti­fikasi vitamin A. Aturan forti­fikasi sebaiknya sukarela bukan mandatori. "Kita belum tahu seberapa efektif fortifikasi. Yang pasti penambahan vitamin A membuat devisa negara tersedot ke luar negeri," kata Sahat.