Harus Bayar Bunga Rp 2,6 miliar, Sertifikat Milik Warga Pekalongan Ditahan Koperasi Syariah

Haji Hassam Jamari  bersama kuasa hukumnya, Didik Pramono,menunjukkan fotokopi sertifikat tanahnya yang masih ditahan sebuah koperasi syariah, Jumat (5/7) malam. Bakti Buwono/RMOL Jateng
Haji Hassam Jamari bersama kuasa hukumnya, Didik Pramono,menunjukkan fotokopi sertifikat tanahnya yang masih ditahan sebuah koperasi syariah, Jumat (5/7) malam. Bakti Buwono/RMOL Jateng

Kasus sertifikat tanah tertahan koperasi syariah karena pinjaman bunga tinggi kembali terjadi. Kali ini tanah milik Haji Hassam Jamari warga Desa Duwet, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan yang jadi korban.


"Saya inginnya sertifikat tanah saya kembali," katanya saat ditemui di rumahnya, Jumat (5/7).

Asal muasal sertifikat tanah miliknya seluas 5 ribu meter persegi masuk ke sebuah koperasi syariah berawal dari kerjasamanya dengan temannya Wiwik. Temannya Wiwik meminjam sertifikat tanahnya sebagai modal bisnis perumahan di lahan lain miliknya.

Lalu koleganya itu memasukkkan sertifikat itu ke sebuah koperasi syariah dan mendapat nilai Rp 1,5 miliar. Sebagai pemilik lahan, ia mendapat Rp 500 juta.

Koleganya, Wiwik, pun membuat perseoran terbatas (PT) untuk membangun perumahan. Anaknya masuk dalam jajaran manajemen. Lalu ternyata dua orang dari pihak koperasi juga masuk jajaran manajemen.

Kuasa hukum Hassam sekaligus Wiwik, Didik Pramono meneruskan penjelasan kliennya itu. Diakuinya pengajuan peminjaman di koperasi syariah itu atas nama Wiwik.

"Masih ada Rp 1 miliar kan? nah itu pun Wiwik tidak terima. Yang mengolah itu dari dua pengurus koperasi yang masuk jajaran manajemen. Mungkin untuk perizinan dan sebagainya," ucapnya.

Lalu perusahaan perumahan milik Wiwik pun mendapat pinjaman dari bank pelat merah sebesar Rp 2,3 miliar. Berdasarkan pengakuan Wiwik, sebesar Rp 1,5 miliar sudah disetorkan ke koperasi syariah.

Harapannya, uang Rp 1,5 miliar itu bisa menutup pinjaman serta sertifikat tanah bisa diambil. Apalagi dua pengurus koperasi syariah itu masuk jajaran manajemen perumahan. Namun, harapan itu sia-sia.

"Sertifikatnya tidak bisa diambil, katanya bunganya belum dibayar. Total bunga harus dibayar katanya Rp 2,6 miliar. Padahal pokoknya hanya Rp 1,5 miliar,"ucap Didik.

Didik mengatakan untuk menindaklnajuti hal itu, dalam waktu dekat akan minta audiensi pada pihak koperasi syariah. Baginya, bunga sebesar itu tidak masuk akal.

Apalagi kliennya, Wiwik, tidak pernah merasakan uang sepeserpun. Pemakaian Rp 1 miliar hanya diketahui oleh dua pengurus koperasi syariah yang masuk manajemen perusahaannya.

"Sudah tidak terima uang, disuruh bayar. Sudah bayar pokok, tapi dikasih bunga tinggi. Tidak masuk akal, koperasi syariah kok begitu," ucapnya.