Biasanya pada musim kemarau atau musim tanam ketiga (MT III) lahan sawah dibiarkan karena ketersediaan air kurang. Namun dengan penerapan inovasi Patbo (padi an aerob terkendali berbasis bahan organik) kini lahan tidur tidak perlu terjadi lagi.
- Wali Kota Hendi Dikukuhkan Sebagai Mahasiswa Baru Doktoral Undip
- BLU Trans Semarang Siap Luncurkan BRT Koridor 7 Gunungpati Awal 2019
- Sukseskan Asian Games, AGP Bentuk Tim Satgas
Baca Juga
Patbo merupakan paket teknologi budidaya padi spesifik lahan tadah hujan dengan basis manajemen air dan penggunaan bahan organik untuk menghasilkan produktivitas tinggi serta potensi peningkatan Indeks Pertanaman (IP).
Seperti yang terjadi di Desa Pasir Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka dimana saat kemarau petani tetap bisa menanam padi. Padahal sebelumnya sudah jadi rutinitas bila setiap musim kemarau lahan sawah tadah hujan jadi kering. Akan tetapi melalui cara memompa air dari sumur pantek 1-2 kali dalam seminggu dinilai sudah cukup memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan padi.
Pada dasarnya padi bukan tanaman air yang harus tergenang sepanjang pertanaman. Tanaman padi membutuhkan air yg cukup pada saat pertumbuhan dan pengisian bulir.
"Penggunaan bahan organik seperti mengembalikan jerami padi ke sawah, cukup membantu mempertahankan air didaerah perakaran," ujar Kepala BPTP Jawa Barat, Liferdi Lukman dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Senin (6/8).
Ia menjelaskan bila BPTP Jabar sejak 2017 telah mengintroduksi inovasi Patbo Super di beberapa Kabupaten. Melalui Patbo produktivitas padi dapat ditingkatkan hingga 33 persen.
Salah satu lokasi yang telah berhasil menerapkannya adalah Kecamatan Ujung Jaya Kabupaten Sumedang. Komponen paket teknologi Patbo super yang diterapkan antara lain: (1) penggunaan VUB kelompok ampibi, (2) Manajemen air, (3) Penggunaan bahan organik, (4) Penggunaan alsintan, dan (5) Pengendalian gulma.
Wantari, salah seorang petani yang sudah merasakan keuntungan menanam padi pada saat MT III. Ia mengaku bila hasil teknologi ini lebih tinggi dibandingkan MT I dan MT II. Tahun lalu pada MT I produktivitas 7 ton/ha tapi padi MT III Wantari mampu memanen sawahnya hingga 9 ton/ha.
"Kualitas gabah lebih jernih, hama penyakit juga berkurang," jelas Wantari bersemangat.
Hal yang sama dibenarkan oleh oleh Nana, petani yang sawahnya bersebelahan dengan Wantari. Nana mengaku melengkapi kiat-kiat menanam di MT III dengan penggunaan varietas yang berumur genjah seperti varietas dodokan yang hanya 75 hari.
Karena mulai merasakan keuntungan menanam padi MT III sudah banyak petani yang membeli pompa dan membuat sumur pantek secara swadaya. Bahkan diketahui ada potensi tanam padi pada MT III ini seluas 900 ha dari keseluruhan luas lahan sawah di Kecamatan Palasah seluas 2.014 ha dan di desa pasir terdapat 15 ha. Selain ditanam padi PD MT III juga ada yang ditanami kedelai dan kacang hijau.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat diketahui luas lahan sawah di Jawa Barat yang diperkirakan mencapai 942.974 ha, di mana 60 persen dari luasan tersebut merupakan lahan sawah tadah hujan yang tersebar di beberapa kabupaten.
Diperkirakan lahan sawah tadah hujan tersebut berpotensi dijadikan sebagai lumbung beras kedua Jawa Barat setelah sawah irigasi.
- Dishub Kota Semarang Gelar Inspeksi Emisi BRT
- Wali Kota Hendi Dikukuhkan Sebagai Mahasiswa Baru Doktoral Undip
- BLU Trans Semarang Siap Luncurkan BRT Koridor 7 Gunungpati Awal 2019