Sembilan mantan siswa dari SMA ternama di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang mensomasi agensi atau penyelenggara jasa pendidikan Bahana Lintas Nusantara (BLN) serta pengelola Habibie Education Youth (HEY).
- UNS Fasilitasi UTBK Ramah Disabilitas, Diikuti 10 Peserta
- Tanggap Darurat, Pelajar SMABAH Ikuti Simulasi Penanganan Kebakaran
- Intens Berlatih, PMR Spensawa Juara Umum COMPARA
Baca Juga
Somasi para mantan pelajar ini diwakili oleh para orang tua masing-masing melalui kuasa hukum dari kantor pengacara Law Office Fast and Associate beralamat di Jalan Tanjung, Salatiga yang dikoordinasikan oleh Ign. S. Kuncoro, S.H., M.H.
BLN sendiri dikelola atau diselenggarakan oleh seorang perempuan berinisial DYI, warga Tegalrejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga.
Sedangkan, HEY dikelola seorang wanita bernama Nana Saragih beralamat di Komplek Ruko Alexandria Block B8, No 15, Batam Center Indonesia, Batam Riau.
HEY sendiri merupakan agensi program persiapan pendidikan dan pelatihan vokasi di Jerman.
Kepada RMOLJATENG, Koordinator Law Office Fast and Associate Ign. Suroso Kuncoro, S.H., M.H., mengatakan dasar somasi ini berawal dari sosialisasi dilakukan BLN dan HEY di SMA Negeri 3 Salatiga terkait tawaran untuk melanjutkan pendidikan merangkap bekerja di German.
"Anak-anak ini mendapatkan informasi serta sosialisasi di sekolah-sekolah yang terpusat di SMA Negeri 3 Salatiga. Berjalannya waktu banyak yang tertarik hingga diminta menyetor uang secara bertahap, hingga puluhan juta," kata Suroso Kuncoro, biasa disapa Babeh Ucok.
Meski sudah memenuhi semua persyaratan dan ketentuan, ternyata dari HEY tidak kunjung ada kejelasan kapan anak-anak ini akan diberangkatkan.
Sampai akhirnya, para orang tua putus asa karena hampir 2 tahun HEY hanya memberikan angin segar tanpa kepastian.
"Sampai akhirnya kami ditunjukkan sebagai Kuasa Hukum. Sebenarnya, langkah hukum pertama sudah kami lakukan yakni somasi pertama tapi, justru surat somasi kami dikembalikan tanpa ada kejelasan apa-apa. Kemudian kami melayangkan somasi ke dua awal bulan Mei 2024 ini," terang Babeh Ucok.
Salah satu orang tua eks pelajar, MFY atau yang biasa disapa Y, menuturkan anaknya mengalami kerugian baik materi dan immaterial.
"Kami sudah mengeluarkan biaya Rp35 jutaan secara berkala dari awal tahun 2022. Anak pun sudah mengikuti serangkaian tes, pelatihan seperti yang disyaratkan oleh HEY," kata Y, warga kompleks perumahan di Tingkir Tengah, Tingkir, Salatiga.
Bahkan, yang paling merugikan, si anak mengakui bahwa dia menunggu hingga 2 (dua) tahun lamanya tanpa kepastian.
Hanya dengan alasan dari HEY menyebutkan ada aturan baru Pemerintah Jerman, para peserta dan orang tua tidak diberikan kepastian kapan berangkatnya.
Ironisnya, ada eks pelajar yang telah mendaftarkan Perguruan Tinggi (PT) untuk program pendidikan Strata Satu (S-1) mengundurkan diri dan lebih memilih HEY.
"Namun ternyata, dari HEY tidak ada kejelasan. Sementara, umur anak terus bertambah dan mereka dapat dikatakan menganggur dua tahun," ujarnya.
Yang semakin membuat jengkel para orang tua, ketika berkeinginan meminta kembali uang meski tidak 100% pihak HEY, dalam hal ini Nana Saragih, berbelit-belit.
Sampai akhirnya, puluhan orang tua mengaku kecewa dan ingin menempuh jalur hukum. Hanya saja, dengan sejumlah pertimbangan dari awal kasus ini masuk ranah hukum hanya 9 orang tua dari 9 eks pelajar saja yang tetap on the track di jalur hukum.
- Wacana Pemekaran Wilayah, DPRD Jateng Belum Buat Bahasan
- LDA Keraton Surakarta Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis Untuk Abdi Dalem
- UNS Fasilitasi UTBK Ramah Disabilitas, Diikuti 10 Peserta