KPK Dalami Keterlibatan Korporasi dalam Korupsi Bupati Banjarnegara

Penyidikan perkara yang melibatkan Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono ditegaskan belum selesai. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan untuk menelusuri keterlibatan korporasi dalam dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara tahun 2017-2018.


Hal itu disampaikan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri saat mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Bupati Budhi Sarwono dan Kedy Afandi (KA) selaku swasta, Jumat malam (3/8), dikutip dari Kantor Berita RMOL.

"Penyidikan ini belum selesai, belum sampai pada kalimat atau kata air. Nanti bisa saja kalau memang ada bukti-bukti bahwa ada keterlibatan korporasi tentu akan kita lakukan pendalaman lebih lanjut," ujar Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan.

Firli pun menjelaskan terkait korporasi yang bisa dijerat sebagai pelaku tindak pidana. Hal itu mendasar kepada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 13/2016.

Dalam Perma tersebut kata Firli, mengatur tiga syarat perusahaan bisa dijerat sebagai pelaku tindak pidana. Yaitu, korporasi mendapatkan manfaat atau keuntungan dari tindak pidana; korporasi tidak ada melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi; dan suatu kejahatan terjadi karena melakukan ataupun membiarkan.

"Jadi perlu bersabar apakah bisa penyidik nanti menemukan hal-hal yang bisa membuat keyakinan penyidik bahwa betul suatu korporasi ini melalukan tindak pidana," pungkas Firli.

Dalam perkara ini, Bupati Budhi dan tersangka Kedy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan Pasal 12 huruf B UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Bupati Budhi dan Kedy resmi ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak hari ini, Jumat (3/9) hingga Rabu (22/9). Untuk Bupati Budhi, ditahan di Rutan KPK Kavling C1. Sedangkan tersangka Kedy ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

Firli menjelaskan, pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy yang merupakan orang kepercayaan dan juga pernah menjadi Ketua Tim sukses dari Budhi saat mengikuti Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) untuk memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.

Di pertemuan tersebut, sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan proyek-proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.

Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah kediaman pribadi Bupati Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan di antaranya, menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu, dengan pembagian lanjutan, senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.

"BS juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur, di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang," jelas Firli.

Tersangka Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Redjo (BR).

Penerimaan komitmen fee senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.

"Diduga BS telah menerima komitmen fee atas berbagai proyek pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar sejumlah Rp 2,1 miliar," pungkas Firli.