Merajut Senyum Warga Dari Transportasi Ramah dan Murah Meriah

Menuju Transportasi Publik Ideal di Jateng
Pramujasa Trans Jateng Sheila Sukmawati saat memeriksa suhu badan penumpang dengan thermogun yang masih diberlakukan secara ketat oleh manajemen Trans Jateng.  foto-foto: RMOL Jateng/Stefy Thenu.
Pramujasa Trans Jateng Sheila Sukmawati saat memeriksa suhu badan penumpang dengan thermogun yang masih diberlakukan secara ketat oleh manajemen Trans Jateng. foto-foto: RMOL Jateng/Stefy Thenu.

Sheila Sukmawati (25), bergegas dari kamar kosnya di Ngaliyan. Jarum jam di tangannya menunjukkan pukul 12.00 WIB. Usai menutup pintu kamar, dan merapikan hijabnya sejenak, perempuan muda asal Blora itu menuju motor matiknya di halaman kos.


Panas yang mengigit kulit, siang itu, tak dihiraukannya. Melesat kencang, motornya membelah jalanan yang terpanggang. Dalam hitungan 15 menit, Sheila sudah tiba di Kantor CCROOM Trans Jateng Kedungsepur 2 Semarang – Kendal, yang berada persis di samping Terminal Mangkang. 

Di kantor, dia segera merapat ke ruang admin untuk mengisi absensi. ‘’Jadwal saya nanti jam 14.00 WIB,’’ ungkap Sheila, sembari mengelap keringat yang jatuh di pipinya.

Belum genap setahun, Sheila bekerja sebagai pramujasa BRT Trans Jateng Koridor 3 Mangkang-Weleri. Perempuan kelahiran Blora, 18 Maret 1997 itu,  terbilang wajah baru. Dia masuk pada 1 Oktober 2021, menjalani kontrak kerja selama setahun. 

‘’Saya happy karena setiap hari banyak ketemu orang,’’ ungkap Sheila, sambil memasuki ruang admin untuk mengisi absensi.

Ditemui RMOL Jateng, Kamis (29/9), Sheila mengaku, bekerja sekitar 7 jam sehari. ‘’Empat kali bus bolak-balik, nanti jam 19.30 WIB sudah selesai,’’ ujarnya.

Dalam seminggu, Trans Jateng memberlakukan  5 hari kerja, dan 1 hari libur. Tugasnya sebagai pramujasa adalah menjual tiket. Dia juga tak boleh lupa untuk cek suhu penumpang sebelum masuk bus, dan mewajibkan mereka menggunakan masker.

‘’Walaupun Covid-19 sudah mereda, tapi memakai masker masih jadi kewajiban bagi seluruh penumpang tanpa kecuali,’’ ungkap perempuan bertubuh mungil ini.

Pramujasa juga bertugas menaikkan dan menurunkan penumpang di halte, dan mengatur tempat duduk bagi penumpang.

‘’Ada pemisahan tempat duduk bagi laki-laki dan perempuan. Yang depan laki-laki, perempuan di bagian belakang. Walau dipisah, masih ada penumpang yang ngeyel. Tapi, dengan sopan kami jelaskan baik-baik. Kami juga memberi prioritas bagi lansia dan difabel. Kalau tempat duduk sudah penuh, kami akan menunjuk penumpang yang lebih muda untuk mau memberi tempat duduk bagi lansia atau difabel,’’ ujarnya.

Seperti yang terjadi siang itu, dalam perjalanan menuju Weleri, seorang penumpang pria, nyelonong masuk ke tempat duduk perempuan. ‘’Pak, maaf, penumpang pria di depan ya. Tapi pria itu bergeming. ‘’Ayo, kalau tidak mau diatur, lebih baik saya yang keluar,’’ ujarnya.

Sang penumpang pria itu pun akhirnya manut, dan segera berpindah ke tempat duduk pria. ‘’Jarang sih yang seperti ini, mas. Tapi, kalau sudah mentok, biasanya kami pakai trik seperti tadi,’’ imbuhnya. Sebab, kalau pramujasa keluar, bus tidak akan jalan, begitu SOP-nya. Maka, trik itu terbilang  jitu dipakai oleh pramujasa dalam menghadapi penumpang yang ngeyel.

Sembari sibuk menaikkan dan menurunkan penumpang di halte, Sheila tak lupa mencatatnya dalam Lembar Muatan Bus (LMB). Tugas mencatat tak boleh alpa, agar tak ada selisih antara penumpang dan tiket yang dijual.

Anak sulung dari dua bersaudara itu, mengaku menikmati pekerjaannya. ‘’Suasana kerja di Trans Jateng cukup menyenangkan, memiliki kerjasama tim yang saling mendukung, dan satu lagi di sini kedisiplinan sangat dijunjung tinggi,’’ ungkap perempuan yang punya motto “Do the best for everything” ini.

Layanan Trans Jateng koridor Semarang-Kendal yang sebelumnya sampai Terminal Bahurekso,  sejak 22 Agustus 2022 diperpanjang hingga Weleri. Tingginya animo masyarakat, menjadi dasar perpanjangan rute bus, yang diluncurkan saat kepemimpinan Ganjar Pranowo ini.

Kepala Balai Transportasi Jawa Tengah, Joko Setyawan mengatakan,  Trans Jateng melayani sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal,  yakni keamanan, keselamatan, kenyamananm, keteraturan, kesetaraan, dan keterjangkauan.

Kepala Balai Transportasi Jawa Tengah Joko Setyawan (kanan) saat launching layanan cashless Koridor Semarang-Bawen, 31 Desember 2021.

Pihaknya seoptimal mungkin berupa memenuhi layanan transportasi bagi masyarakat.  Armada Trans Jateng saat ini berjumlah 98 bus, melayani 6 rute (koridor), yakni rute Semarang-Bawen 28 bus, rute Purwokerto-Purbalingga 14 bus, rute Semarang-Kendal 14 bus, rute Magelang-Purworejo 14 bus, rute Solo-Sragen  14 bus, dan rute Semarang-Grobogan 14 bus.

Jumlah karyawan Trans Jateng tercatat 484 orang dengan rincian koordinator layanan 18 orang, administrasi 55 orang, pramujasa/kondektur 252 orang, pengawas angkutan 30 orang, timer 30 orang, pengawas kebersihan 18 orang, dan petugas kebersihan 81 orang. Selain itu terdapat pegawai dari operator (penyedia layanan) sebanyak 280 orang yang terdiri dari pramudi/driver, mekanik, pegawai administrasi, dll.

‘’484 orang Petugas Trans Jateng dengan Perjanjian Kerja  untuk 12 bulan dan dapat diperpanjang sepanjang yang bersangkutan dianggap mempunyai kompetensi dan memenuhi syarat berdasarkan Penilaian Kinerja yang telah dilaksanakan,’’ ujar Joko Setyawan.

Joko menuturkan, konsep operasional Trans Jateng adalah membeli layanan (Buy The Service) kepada operator dengan perhitungan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) sesuai dengan SOP dan SPM yang sudah ditetapkan. Adapun operator penyedia layanan adalah operator eksisting yang membentuk suatu konsorsium.

Sheila mengaku, sebagai pramujasa, dia menerima gaji 2,85 juta per bulan, ditambah fasilitas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. ‘’Ya, seluruh petugas kami, sebanyak 484 petugas Trans Jateng mendapat jaminan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan berupa Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian,’’ tutur Joko.

Apa saja kendala yang dihadapi?  Menurut Joko, angkutan umum perkotaan, seperti halnya Trans Jateng masih kalah bersaing dengan angkutan online yang unggul dari aspek pemanfaatan teknologi.  Solusinya, Trans Jateng telah menggunakan teknologi informasi melalui aplikasi Si Anteng (Sistem Informasi Pelayanan Trans Jateng), yang memudahkan penumpang BRT Trans Jateng dalam memperoleh informasi tentang posisi bus dan shelter terdekat secara realtime.

Pria kelahiran Blora, 9 November 1971 ini menjelaskan,  dalam waktu dekat, Trans Jateng akan menerapkan pembayaran nontunai dengan tapping dan pengembangan lebih lanjut aplikasi Si Anteng. Untuk  program jangka menengah, pihaknya akan menerapkan PPK-BLUD (Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah) untuk meningkatkan kualitas pelayanan umum kepada masyarakat.  

Peta operasional dan survei kepuasan masyarakat. Hasil survei menunjukkan 50,71 persen pengguna berpindah dari angkutan umum ke Trans Jateng dan 46,39 persen berpindah dari kendaraan pribadi ke Trans Jateng. Sumber data: Trans Jateng

‘’Yang menjadi tantangan kami ke depan adalah tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan angkutan umum yang berkualitas dan handal dengan biaya murah. Kami terus berikhtiar dan optimistis mampu memenuhi tantangan tersebut,’’ tegas alumnus Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro tersebut.

Bagaimana respon masyarakat terhadap Trans Jateng? Ketua Komunitas Peduli Transportasi Semarang (KPTS) Theresia Tarigan berpendapat,  layanan Trans Jateng terbilang sudah baik.  

‘’Kondisi busnya juga cukup terawat dan bersih. Bus Trans Jateng  jarang mogok apalagi kecelakaan. Jadwal bus dapat ditepati.  Para krunya juga terlatih dan ramah pada penumpang,’’ ujar perempuan yang biasa disapa Tere, memberi pujian.

Tere memberi masukan bagi manajemen Trans Jateng untuk meningkatkan layanannya, yakni soal cakupan pelayanan dan jumlah bus pada jam sibuk.

‘’Seharusnya bisa bersinergi dengan Trans Semarang. Sebab,  Trans Jateng  belum mempunyai feeder. Trans Jateng bisa melibatkan pengusaha angkutan yang sudah ada untuk membuat feeder, seperti yang sudah ada di Trans Semarang,’’ kata Tere.

Untuk pola rekrutmen pegawai, Tere juga memberi penilaian. ‘’Grade-nya jangan terlalu tinggi dalam hal pendidikan dan usia. Sejauh mampu bekerja, dapat diterima jadi pegawai,’’ ujarnya.

Dia menilai,  manajemen Trans Jateng kurang lobby kepada pengusaha agar karyawannya menjadi pengguna angkutan umum. Selain itu, Trans Jateng  juga masih minim promo dan edukasi kepada masyarakat soal rute-rute layanannya.

‘’Banyak masyarakat yang belum tahu, karena tak semuanya baca koran atau main sosmed, maka sosialisasi harus terus menerus dilakukan Trans Jateng agar lebih dikenal publik,’’ tukasnya.

Butuh Feeder

Tere juga menilai, Trans Jateng belum menjadi model layanan transportasi publik yang ideal.  Pasalnya, Trans Jateng belum menjangkau rute kawasan industri dan belum terpadu dengan kota-kota Kedungsepur.

‘’Demak dan Salatiga belum ada layanan Trans Jateng. Demikian juga Koridor Penggaron belum sampai ke Purwodadi hanya sampai Terminal Godong. Saat ini,  juga belum ada halte transit. Koridor Kendal hanya sampai Terminal Mangkang. Koridor Terminal Bawen hanya sampai Stasiun Tawang. Maka perlu ada feeder, agar penumpang bisa terlayani sampai masuk ke dalam kota,’’ paparnya.

Untuk tarif, kata Tere, Trans Jateng juga terbilang sangat terjangkau, karena masih dibawah 10% dari UMK Kota Semarang.

Ketua KPTS Theresia Tarigan (kedua dari kiri) saat bersama anggota Sahabat Trans Jateng.

‘’Untuk mengurangi subsidi, saya pribadi berpendapat ongkos sebaiknya menjadi Rp5.000 untuk umum. Saya pikir, tidak akan memberatkan penumpang asal cakupan pelayanan Trans Jateng semakin luas dan tersambung di Kota Semarang,’’ tuturnya.

Bagaimana dengan kecukupan armada, menurut Tere, jumlah armada ideal jika waktu tunggu bus  antara 15-25 menit. Standar Pelayanan Minimal yang diatur Kementerian Perhubungan adalah 12 menit. ‘’Yang utama, menurut saya adalah menambah jumlah bus, jika penumpang sampai tidak terangkut pada jam sibuk, sehingga waktu tunggu 10-15 menit,’’ tegasnya.

Sebagai aktivis, Tere selalu mengampanyekan pentingnya naik angkutan umum kepada masyarakat luas. ‘’Kalau ada bus yang aman, nyaman dan murah, ngapain berpolusi ria naik motor yang belum lunas?’’ ajak wanita yang juga bergabung dalam Sahabat Trans Jateng ini,  dengan gaya sindiran.

Mendekatkan yang Jauh

David Liem Kiem Kie Alimutomo (19), mahasiswa Unika Soegijapranata, punya pendapat unik terhadapTrans Jateng. Pengalamannya naik Trans Jateng membuatnya cukup terkesan.

‘’Menurut saya, dengan adanya Trans Jateng seperti mendekatkan yang jauh.  Dulu,  sebelum ada Trans Jateng,  kalau mau ke Weleri itu kayanya  jauh sekali. Seperti butuh rencana berhari-hari untuk ke sana. Mau pergi sudah aras-arasan. Begitu juga dengan rute Bawen, dulu ke Bawen itu kok jauh sekali ya. Biasanya kalau ke sana, naik motor atau naik bus AKDP jurusan Solo. Dengan adanya Trans Jateng, ke Weleri atau Bawen jadi dekat sekali. Sudah adem karena pake AC, gak perlu berdesak-desakan, bayarnya murah lagi,’’ ujar David, mahasiswa Semester 3 yang mengambil dua program studi, yakni Akuntansi  dan Sistem Informasi ini.

Namun, sekarang dengan adanya Trans Jateng itu, diakui David,  jika hari ini mood-nya ke Weleri atau ke Bawen dan Ambarawa ya tinggal berangkat aja, tidak perlu pikir panjang.

‘’Untuk pelayanannya sangat baik, jika misal ada komplain itu biasanya cepat tindak lanjutnya, untuk kualitas armada  juga sangat terawat. Ticketing biasanya saya memanfaatkan tarif mahasiswa, dan itu cukup membantu bagi kantong mahasiswa, murah meriah,’’ ujarnya.

Dia juga mengaku sangat terbantu dengan layanan aplikasi Si Anteng. ‘’Saya selalu pakai aplikasi  itu kalau mau naik Trans Jateng, setidaknya aplikasi itu bisa membuat kita lebih santai saat menunggu datangnya bus,’’ imbuh David, tersenyum puas.  

Karena berbasis GPS, kata David, calon penumpang  bisa melihat posisi armada, sudah sampai di mana, sehingga tak perlu menunggu lama di halte.

‘’Misalkan kita mau naik dari  RS Elizabeth, maka kita bisa cari bus terdekat dengan halte tersebut, jika busnya sudah berada di Jalan S Parman, kita bisa bersiap-siap, karena bus tak lama lagi datang,’’ ungkapnya.

Aplikasi Si Anteng memudahkan calon penumpang mengetahui posisi bus dan halte terdekat.

Si Anteng rupanya mengundang animo para pengguna telepon pintar. Data hingga Juni 2022, tercatat sudah 24.593 orang yang mengunduhnya dari google playstore.

Kepala Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno berpendapat,  untuk mengoptimalkan layanan Trans Jateng sebagai transportasi publik adalah dengan memperkuat kelembagaan operator agar tidak bergantung pada subsidi pemerintah yang terbatas.

Tugas pemerintah, kata Djoko, adalah mendorong sektor swasta, melalui corporate social responsibility (CSR)-nya untuk memberikan subsidi pada operasionalisasi BRT ini.

"Untuk rute Semarang-Bawen misalnya, banyak perusahaan yang buruh pabriknya menggunakan BRT. Daripada perusahaan kasih uang transpor, lebih baik  kasih ke operator BRT ini,"  kata Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini.

Djoko mengusulkan, setelah Trans Jateng beroperasi, tugas pemerintah daerah selanjutnya mengembangkan angkutan umum pengumpan (feeder) sehingga makin mendekatkan penumpang dari jalur utama ke pedesaan-pedesaan atau kawasan perumahan.

Hasil kajian Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata Semarang mencatat sedikitnya 13.619 orang menanti kehadiran Bus Rapid Transit (BRT) Aglomerasi koridor Semarang-Bawen. Setiap harinya, terdapat potensi 7.112 penumpang untuk perjalanan mulai dari Bawen, Kabupaten Semarang menuju Kawasan Tawang, Kota Semarang. Sedangkan arah sebaliknya, dari Kawasan Tawang ke Bawen ada 6.506 orang penumpang.

Dari kajian itu pula, koridor I ini membutuhkan sekitar 79 halte BRT, 4 di antaranya adalah halte transit. Sedangkan armada bus yang ideal sebanyak 30 unit dengan ukuran yang sama dengan BRT reguler.

‘’Trans Jateng perlu diperbanyak di tengah rontoknya bisnis Bus AKDP. Trans Jateng sudah mampu menjadi contoh bagi provinsi lain di Tanah Air, kecuali DKI Jakarta. Baru 6 koridor yang beroperasi. Setidaknya minimal ada 100 koridor Bus Trans Jateng bisa beroperasi di Jateng. Di Aglomeasi Kedungsepur butuh 12 koridor, baru 3 yang beroperasi,’’ pungkas dosen Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.

Transportasi Murah untuk Masyarakat

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menegaskan, saat ini prioritas utama Trans Jateng adalah memberi pelayanan transportasi murah pada buruh, pelajar dan veteran. Setelah itu, baru untuk penumpang umum lainnya.

"Kenapa buruh, karena pengeluaran mereka cukup tinggi untuk transportasi. Dengan harga Rp 2000, maka ini bisa sangat membantu. Termasuk para pelajar dan veteran agar kita bisa menghormati mereka. Selain itu, ya untuk masyarakat umum, agar mereka terlayani dengan baik dan jalanan tidak penuh," katanya.

Pengembangan koridor Trans Jateng, lanjut Ganjar, akan terus berkembang. Di masa depan akan dibangun lagi koridor-koridor lain dan rute lain sesuai kebutuhan.

Sejauh ini, Ganjar menerima laporan barang hilang akibat terjatuh atau tertinggal di dalam Trans Jateng, akan kembali ke tangan pemiliknya.

“Jadi kalau ada HP jatuh, dompet jatuh, nggak hilang, dikembalikan. Sejarahnya semua kembali,” tandas Ganjar.

Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, turun dari Bus Trans Jateng, usai meresmikan koridor Semarang-Grobogan, 13 Oktober 2021.

Joko Setyawan optimistis,  dengan keramahtamahan petugas dan kedatangan bus yang tepat waktu, layanan Trans Jateng akan menjadi primadona bagi masyarakat Jateng.

Layanan Trans Jateng masuk dalam program unggulan Gubernur Jawa Tengah Nomor 7, yaitu pengembangan transportasi massal, revitalisasi jalur kereta dan bandara serta pembangunan embung/irigasi.

‘’Layanan ini pun sudah selaras dengan Misi Gubernur Jawa Tengah yaitu memperkuat kapasitas ekonomi rakyat dan membuka lapangan kerja baru untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran,’’ ungkapnya.

Sejak beroperasi, total penumpang yang sudah dilayani Trans Jateng hingga Agustus 2022 mencapai 16,3 juta orang. Pendapatan Trans Jateng terbilang terus mengalami peningkatan. Pada 2017, Trans Jateng meraup Rp1,9 Miliar,  kemudian naik lagi jadi Rp6,6 Miliar (2018), lalu Rp11,6 Miliar (2019). Sempat menurun saat pandemi Covid-19, yakni menjadi Rp8,7 Miliar pada 2020, namun naik lagi Rp12,5 Miliar pada 2021, dan pada 2022 hingga Agustus meraup pendapatan Rp13,8 Miliar.

‘’Target kami yang harus kami kejar adalah pengembangan rute Trans Jateng di wilayah pengembangan yang belum terlayani dan/atau antarwilayah pengembangan,’’ pungkas Joko.

Bagi buruh pabrik seperti Novi (30), Trans Jateng adalah pilihan tepat untuk pulang pergi dari tempatnya bekerja di Mangkang ke rumahnya di Kendal.

‘’Kalau menurut saya fasilitas Trans Jateng yang diberikan untuk penumpang sudah bagus. Dengan tarif yang sangat terjangkau. Penumpang bisa mendapatkan bus yang bagus dan ber-AC. Di dalam bus juga ada kursi prioritas khusus bagi wanita hamil, lansia,atau disabilitas.  Sudah banyak titik halte yang tersebar jadi penumpang bisa dengan mudah naik Trans Jateng,’’ papar ibu dua anak ini, sembari melempar senyum.  

Senyum kepuasan sebagian warga yang menikmati layanan transportasi publik seperti Trans Jateng, menjadi angin segar bagi pemerintah dan pengelola untuk terus berikhtiar memberi layanan terbaik bagi masyarakat. Layanan transportasi yang ramah dan murah meriah bagi kantong masyarakat luas, menjadi titik awal yang manis menuju terwujudnya infrastruktur transportasi publik yang semakin ideal di Jawa Tengah.