- Jumat Agung, Umat Katolik Blora Gelar Visualisasi Jalan Salib
- Diskusi Budaya, Kunci Terbukanya Ruang Ekspresi Seniman Batang
- Lenggak-Lenggok Emansipasi, Ketika Tari Menjadi Bahasa Perjuangan Perempuan
Baca Juga
Kampung Budaya Piji Wetan (KBPW) kembali menggelar Festival Pager Mangkok #3. Festival yang juga agenda budaya tahunan bagi warga Desa Piji Wetan, Kecamatan Dawe Kudus, berperan sebagai bentuk peringatan hari lahir KBPW serta mengajak kembali masyarakat nguri-nguri budaya di lereng Pegunungan Muria.
Agenda kali ini dibuka dengan gelaran kirab dan ritual Pager Mangkok bertempat di Punden Depok, Dukuh Piji Wetan, Desa Lau, Dawe Kudus, Minggu (25/02). Tiga gunungan besar dan ratusan tomplingan diarak dari Panggung Ngepringan menuju Punden Depok.
Prosesi arak-arakan kirab gunungan diiringi penampilan drumb band serta disambut Terbang Papat di lokasi akhir.
Filosofi kirab Pager Mangkok sendiri, konon menjadi implementasi dari falsafah Sunan Muria kala itu hingga kini.
“Festival ini merupakan agenda tahun ketiga yang digelar. Festival Pager Mangkok merupakan bentuk peringatan hari lahir KBPW sekaligus mengajak kembali masyarakat nguri-nguri budaya di Muria,” ujar Muchammad Zaini selaku koordinator Kampung Budaya Piji Wetan.
Zaini menjelaskan, filosofi kirab pager mangkok menjadi implementasi dari falsafah Sunan Muria. Pager mangkok disimbolkan sebagai sedekah kepada orang lain. Hal ini ditunjukkan pada prosesi pembagian nasi tomplingan usai kirab.
"Ada gunungan sayur, buah dan hasil bumi, kemudian nasi tomplingan yang dihias seperti mangkok dan ada yang dibungkus daun pisang, semua dibagikan kepada warga, minimal ke tetangga sekitar," terangnya.
Tema KBPW yang diangkat tahun ini adalah "Merekam Muria, Menyulam Era".
Ia berharap melalui Festival Pager Mangkok dapat mengajak masyarakat untuk merekam kembali kehidupan dan kebudayaan di Muria.
"Kemudian menyulam era. Kami mencoba menyulam kembali kekurangan, didondomi (diperbaiki-red) kekurangannya, seperti dodot iro bedahing pinggir,” tambahnya.
Sedangkan rute finish di Punden Depok, kata Zaini, adalah merupakan tempat Sunan Muria dulu ketika mengajarkan ilmu agama dan berkumpul dengan masyarakat.
“Dari situ, kami coba ambil pelajaran, bagaimana Depok menjadi titik kumpul masyarakat, belajar, ngaji. Kami ingin memunculkan itu kembali," imbuhnya.
- Jumat Agung, Umat Katolik Blora Gelar Visualisasi Jalan Salib
- Diskusi Budaya, Kunci Terbukanya Ruang Ekspresi Seniman Batang
- Lenggak-Lenggok Emansipasi, Ketika Tari Menjadi Bahasa Perjuangan Perempuan