Pengedar Obat Terlarang Dibekuk Polres Purbalingga

Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Purbalingga berhasil membekuk pengedar obat terlarang. Tiga tersangka berhasil diamankan di dua lokasi berbeda berikut barang buktinya.


Tersangka yang diamankan yakni AP (24) warga Desa Sokaraja Kidul, Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas, YP (24) warga Desa Kalibagor, Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas dan RDP (23)  warga Desa Karangdadap, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas.

Kasat Reserse Narkoba AKP Senentyo saat memberikan keterangan pers, Kamis (2/8/2018) mengatakan bahwa penangkapan para tersangka berawal dari informasi masyarakat bahwa di sekitar Jembatan Linggamas Kecamatan Kemangkon sering dijadikan transaksi obat terlarang. Berdasarkan informasi tersebut, kemudian dilakukan  penyelidikan.

Dari hasil penyelidikan polisi berhasil mendapatkan identitas penjual obat terlarang tersebut. Untuk menangkap pelaku, polisi pun melakukan strategi seolah-olah sebagai pembeli.

"Anggota dilapangan pura-pura mau beli dan ternyata berhasil. Akhirnya berhasil menangkap AP di sekitar Jembatan Linggamas," ujar Senentyo.

Dari hasil pengembangan terhadap AP polisi berhasil menangkap dua tersangka lain yaitu YP dan RDP di depan Alfamart wilayah Desa Sokaraja Wetan Kabupaten Banyumas, Sabtu (28/7/2018). Dalam pemeriksaan, tersangka RDP diketahui mengedarkan obat terlarang di wilayah Banyumas oleh sebab itu, tersangka dilimpahkan ke Polres Banyumas.

"Satu tersangka berinisial YP merupakan DPO sejak awal tahun ini dengan kasus yang sama. Dia menjual obat terlarang ke kalangan pelajar di wilayah Kabupaten Purbalingga," kata Senentyo saat press rilis.

Dari tangan para tersangka polisi menyita ratusan psikotopika jenis Alprazolam, Tramadol dan Heximer. Selain itu, diamankan pula uang hasil penjualan obat terlarang dan barang lain seperti pakaian dan telepon genggam yang digunakan untuk bertransaksi.

"Tersangka kami jerat dengan pasal 62 UU RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta," pungkas Senentyo.