‎Pengamat AEPI Kritik Jokowi Bagi-bagi Kartu

Berbagai kartu yang dijanjikan calon presiden Joko Widodo menuai sorotan dari Pengamat Ekonomi Politik dari ‎Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Kusfiardi.


Kartu yang dimaksud antara lain Kartu Sembako Murah, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dan Kartu Pra-Kerja‎.

‎"Bagi-bagi kartu ini menunjukkan lemahnya kemampuan Capres petahana dalam memahami misi yang terdapat dalam konstitusi UUD 1945. Sekaligus menunjukkan ia senang menggunakan jalan pintas, dengan semangat mengejar populisme," kata Kusfiardi pada RMOLJateng, Jumat (8/3/2019).

Ia menuturkan padahal sebelumnya  Jokowi telah membagi-bagikan Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Co-Founder Fine Institute itu menganggap s‎emua kartu tersebut adalah instrumen menyenangkan semua orang, dengan cara menyebar subsidi, bantuan sosial (bansos), atau bantuan langsung tunai (BLT) sebanyak-banyaknya.

"Dalam batang tubuh konstitusi ditegaskan, bahwa akses terhadap pendidikan adalah hak setiap warga negara. Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 (pasca amandemen) juga merumuskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, sedangkan pemerintah wajib membiayainya," jelasnya.

Selanjutnya, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, termaktub dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945.

Di sana disebutkan bahwa 'tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan'.

Ayat ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan," tandasnya.

Juga, bebernya lebih lanjut, setiap warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan.

Ini termaktub dalam Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945. Disebutkan, 'setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan'.

Karena itu, ia menegaskan, seluruh program bansos Capres petahana bukan hanya mereduksi makna bantuan sosial, tapi juga bertentangan dengan apa yang diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945.

"Bahkan bansos digunakan untuk mengakali kinerja Capres petahana, terutama dalam hal menurunkan angka kemiskinan," tegas mantan koordinator Koalisi Anti Utang (KAU) ini.

Sementara itu, disebutkannya, menurut studi Bank Dunia, bansos yang diterima sampai dengan 25 persen dari pengeluaran perkapita per bulan akan mampu meningkatkan konsumsi pengeluaran perkapita sampai 22,4 persen dan dapat menurunkan angka kemiskinan sampai tiga persen.

Menurutnya, turunnya angka kemiskinan dengan instrumen bansos tentu sangat ringkih, karena tidak menyelesaikan persoalan pokok yang terkait kemiskinan.

Di antaranya adalah soal penciptaan lapangan kerja dan stabilitas harga kebutuhan pokok.

Di sisi lain, juru bicara (Jubir) Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dian Islamiaty Fatwa, juga menyinggung soal utang.

Termasuk di antaranya terkait pembangunan infrastruktur yang juga dari beban utang.

Menurutnya, jika semua program pemerintah berasal dari utang, maka terlalu banyak beban utang yang akan ditanggung negara.