Agar Tidak Melebar, Polisi Diminta Percepat Proses Hukum

Sejumlah pihak menilai dan meminta Polresta Surakarta segera mempercepat proses hukum atas kasus kecelakaan maut di Manahan yang kini menjadi perhatian masyarakat. Langkah ini bertujuan untuk menciptakan situasi Kota Solo yang kondusif.


Seperti diungkapkan Ketua Majelis Ulama (MUI) Solo KH Subari meminta, masyarakat Solo tetap menjaga situasi dan tidak mudah terpengaruh isu terkait kecelakaan maut pada 22 Agustus lalu. Dia mengungkapkan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk MUI juga telah melakukan pertemuan terkait insiden itu untuk meredam konflik di Solo.

"Masyarakat perlu menanggapinya secara wajar saja. Serahkan itu semua kepada penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa dan pengadilan," tegas KH Subari, Ketua MUI Solo kepada wartawan.

Subari meminta masyarakat Solo tidak terpecah belah akibat peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Eko Prasetyo.

"Saya tekankan kepada dua pihak, baik korban ataupun yang dituduh menabrak. Pihak yang mendukung korban jangan terprovokasi, sementara pihak yang dituduh jangan arogan," ujar Subari yang juga ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Solo.

Lebih jauh Subari meminta masyarakat tidak mudah terhasut dengan informasi-informasi yang beredar di media sosial yang cenderung memiliki muatan SARA dan permusuhan. Sebab informasi di sosial media cenderung merupakan opini yang diarahkan demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Terpisah, pengamat hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr Pujiyono mengatakan, kunci utama penyelesaian kasus ada di kepolisian, dalam hal ini Polresta Surakarta.

"Polresta Surakarta perlu mempercepat penanganan kasus kecelakaan atas korban Eko Prasetyo. Pengusutannya harus cepat, transparan, akuntabel dan professional. Jangan sampai ini berlarut-larut dan malah bisa menyebarkan provokasi di masyarakat semakin menyebar," ujar  Dr Pujiyono saat dihubungi, Senin (27/8).

Menurutnya, peristiwa ditabraknya pemotor oleh pengemudi Mercy AD 888 QQ yang mengakibatkan meninggal dunia itu merupakan murni tindak pidana. Oleh karena itu masyarakat harus menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada aparat kepolisian. Masyarakat juga diminta untuk tidak mudah terhasut dengan berbagai isu, yang nantinya justru akan mengaburkan proses hukumnya sendiri.

"Saya memang mengakui saksi ahli dari kalangan Inafis atau laboratorium forensik kepolisian memang menggunakan kaidah-kaidah profesional, namun akan lebih berbobot dan memiliki nilai obyektivitas yang tinggi bila saksi ahli dari kalangan akademisi," ujarnya.

Menurut Dr Pujiono, saksi ahli dari luar institusi kepolisian akan menganalisa proses kasus yang semula kecelakaan lalu-lintas berubah menjadi kasus pidana pembunuhan itu dengan lebih jernih dan obyektif.

"Ini ujian seberapa profesional bagi aparat penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan serta hakim di pengadilan , karena kasus itu sudah viral dan menjadi perbincangan publik. Jangan sampai ada pihak-pihak yang bertindak kurang profesional sehingga mencederai rasa keadilan masyarakat," ujarnya.

Dikatakannya penyidik kepolisian yang menggunakan pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni pembunuhan sudah memenuhi empat unsur yakni sengaja menabrak, merampas nyawa orang lain, ketiga adanya perbuatan (pembunuhan dengan cara menabrak hingga tewas) dan keempat sanksinya 15 tahun penjara.