AS Bersiap Hadapi Lonjakan Harga Pangan Tertinggi dalam Sejarah

Di tengah kekhawatiran naiknya harga pangan yang tinggi dalam sejarah, Pemerintah China mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak berencana untuk melepaskan cadangan biji-bijian dalam jumlah besar untuk memberikan bantuan yang tentunya sangat dibutuhkan negara-negara Barat.


Laporan tersebut dimuat media lokal China Xinjiang Daily pada Jumat (15/4).

"Beberapa media asing baru-baru ini mengklaim bahwa penumpukan cadangan biji-bijian China seharusnya 'memikirkan' konflik (Rusia-Ukraina) yang menyebabkan kenaikan harga di pasar biji-bijian global. Mereka bahkan meminta China untuk membebaskan 20 persen dari stok biji-bijian untuk menyelamatkan pasar Eropa.” 

Surat kabar itu melaporkan, menambahkan bahwa tuntutan itu "tidak masuk akal dan tidak memadai."

Departemen Pertanian AS pada Desember 2021, memperkirakan bahwa China diharapkan memiliki 69 persen cadangan jagung dunia pada paruh pertama tahun panen 2022, 60 persen berasnya, dan 51 persen gandum.

Laporan tersebut menyoroti bahwa harga biji-bijian di China telah berada di bawah tekanan sejak awal 2022 karena faktor-faktor seperti pembatasan pandemi yang berlangsung terus menerus, kekeringan di Amerika Selatan dan konflik Rusia-Ukraina. Meski demikian, China dikabarkan berhasil menjaga kestabilan harga di pasar domestik.

Beberapa kritikus Barat menuduh China berkontribusi terhadap inflasi global, kenaikan harga pangan dan kekurangan bahan makanan regional, karena negara itu terus mengimpor tingkat rekor gandum dari tahun ke tahun.

Menurut publikasi tersebut, "kekurangan akut" di beberapa produk pertanian, seperti kedelai dan biji bunga matahari, menimbulkan ancaman bagi ketahanan pangan China.

Penurunan tajam dalam stok biji-bijian dilaporkan akan "sangat mempengaruhi" pasokan berkelanjutan dan memicu gejolak pasar, demikian dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.