AS Nilai Putin Sebagai Preman Pengganggu Ketertiban dan Hancurkan Demokrasi

Keputusan Presiden Rusia yang secara resmi mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka mendapat tanggapan serius dari Senator Carolina Selatan, Lindsey Graham.


Dalam sebuah pernyataan di Twitter pada Senin (21/2), Graham bahkan menyebut Putin sebagai "preman" dan menuding pemimpib Rusia itu merusak

demokrasi.

"Ketika sampai pada preman seperti Putin yang mengganggu ketertiban dunia dan menghancurkan demokrasi," tulis Graham, setelah pengakuan Putin atas dua faksi separatis Ukraina sebagai negara merdeka, seperti dikutip dari AFP, Selasa (22/2).

"Sudah cukup," lanjutnya.

Pengakuan resmi Putin atas Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka diperkirakan akan memperburuk konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina, dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.

Prediksi ini disebabkan oleh fakta bahwa perpisahan mereka mengarah pada Perjanjian Minsk 2015 yang mengakhiri perang Ukraina pada tahun yang sama.

"Keputusan Putin untuk mendeklarasikan Donetsk timur dan Luhansk sebagai wilayah independen di Ukraina merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Minsk dan deklarasi perang terhadap rakyat Ukraina," lanjut sang senator, meskipun deklarasi perang resmi belum dibuat oleh kedua  negara.

"Keputusannya harus segera dibalas dengan sanksi tegas untuk menghancurkan rubel dan menghancurkan sektor minyak dan gas Rusia," tulisnya.

Sanksi yang diminta Graham mungkin akan segera datang.

Menurut pernyataan baru dari Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki, Gedung Putih diperkirakan akan mengumumkan Perintah Eksekutif baru yang memblokir investasi, perdagangan, dan pembiayaan baru oleh orang-orang AS ke Donetsk dan Luhansk.

"Untuk lebih jelasnya: langkah-langkah ini terpisah dan akan menjadi tambahan dari langkah-langkah ekonomi yang cepat dan berat yang telah kami persiapkan dalam koordinasi dengan Sekutu dan mitra jika Rusia menginvasi Ukraina lebih lanjut," tulis Graham.