- Stasiun Whoosh Karawang Perlu Dukungan Layanan Angkutan Umum
- Menggugat Peran NGO: Solusi Atau Bagian Dari Masalah?
- Algoritma Dan Kerja-kerja NGO
Baca Juga
Samarkand – Kota Samarkand atau Samarqand adalah sebuah kota tua yang didirikan hampir 3.000 tahun di tenggara Uzbekistan yang merupakan salah satu pusat sejarah bangsa Tajik. Kota Samarkand merupakan kota terbesar ketiga di Uzbekistan yang di masa lalu merupakan kota penting dari kerajaan besar Iran Raya.
Pada 329 SM Alexander Agung menaklukan Samarkand dan menamainya dengan Marakanda. Dua abad kemudian Samarkand menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Himyar. Kemudian pada abad ke-6 M Samarkand jatuh ke dalam kekuasaan Kerajaan Turki.
Pada periode awal Islam dari abad ke-7 kota ini berkembang pesat sampai pada akhirnya jatuh ke tangan Kerajaan Mongol dan dihancurkan oleh Jenghis Khan pada tahun 1220. Kemudian pada abad ke-14 bangsa Uzbek di bawah pimpinan Timur Leng berhasil merebutnya dan menjadikan Samarkand sebagai ibu kota kerajaan yang besar di Uzbekistan. Pada tahun 1868 Samarkand menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia dan menjadikan kota ini sejak tahun 1925-1930 sebagai ibu kota Republik Sosialis Uzbekistan. Namun, pada tahun 1930 ibu kota Uzbekistan dipindahkan dari Samarkand ke Tashkent.
Beberapa peninggalan terbesar dari arsitektur Islam di Samarkand misalnya Masjid Bibi-Khanum, Madrasah Ulugbek (1417-1420), Madrasah Sher-Dor (1619-1636), Madrasah Tilya-Kori (1646-1660), museum dan situs arkeologi Afrasiab, Gur Emir Mausoleum, Shahi-Zinda Ensemble, Khodja Mausoleum-Doniyor, Observatorium Ulugbek, Hodja Abdu_Darun, makam Imam Al Maturidi, makam Iman Bukhari, dan sebagainya.
Makam Imam Bukhari
Saat ini makam Imam Bukhari masih dalam tahap rekonstruksi dan dinyatakan tertutup untuk umum. Namun demikian masih saja banyak turis lokal mau pun manca negara datang sekedar untuk melihat dan berfoto dari kejauhan.
Tidak bisa dipungkiri kepopuleran Imam Bukhori sebagai seorang ahli hadis yang mampu menjangkau masyarakat umum secara global. Hal ini tidak terlepas dari kisah penemuan makam Imam Bukhari yang menjadi sejarah penting bagi umat muslim dunia.
Imam Bukhari memiliki nama lengkap Muhammad bin Ismail Al Bukhari, dulunya dijuluki sebagai Amirul Mukminin fil Hadits atau pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis. Bahkan dalam buku-buku fikih dan hadis, hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi.
Kebesaran akan keilmuan Imam Bukhari diakui dan dikagumi sampai ke seantero dunia Islam. Sampai beliau meninggak pun makamnya menjadi tempat ziarah sekaligus wisata religi paling fenomenal. Selain itu, kisah penemuan makam Imam Bukhari juga menjadi pejarah penting bagi umat Muslim, terkhusus bagi umat Muslim Indonesia.
Penemuan makam Imam Bukhari sarat akan histori dengan Indonesia. Alkisah, saat Presiden pertama Indonesia, Soekarno, suatu saat di era itu mendapat undangan Pemimpin Uni Soviet, Nikita Khruschev, untuk menghadiri Uni Soviet, Soekarno memberikan syarat bahwa beliau hanya akan memenuhi undangan tersebut jika Pemimpin Uni Soviet itu bisa menemukan makam Imam Bukhari di Uzbekistan yang menjadi bagian dari Uni Soviet kala itu.
Peradaban Islam di Asia Tengah
Imam Bukhari yang bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 Hijriah atau 21 Juli 810 M dan wafat di Khartank pada 1 Syawal 256 Hijriah atau 1 September 870 M.
Imam Bukhari yang dikenal sebagai perawi dan ahli hadits yang termasyur itu merupakan mutiara yang berasal dari Uzbekistan. Dalam catatan sejarah Imam Bukhari mampu mengumpulkan lebih dari 600 ribu hadits hingga kemudian dipilih hanya 7.563 hadits yang kemudian menjadi 97 bab dalam Kitab Sahih Bukhari yang terbaik hingga saat ini.
Asia Tengah merupakan salah satu kawasan pusat peradaban Islam di dunia. Selain Imam Bukhari, beberapa ulama besar berasal dari kawasan ini, diantaranya Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi, Abu Raihan Al-Biruni, Al-Farabi, Ibnu Sina, Imam Nasal, dan lain-lainnya.
Sejak berabad-abad silam kawasan ini menjadi ruang alkuturasi banyak budaya. Para peneliti menyebutnya sebagai melting point karena Asia Tengah dihuni banyak suku bangsa dari berbagai negara, seperti Iran, India, Tionghoa, Eropa, dan Timur Tengah.
Karena kuatnya Islam berakulturasi dengan budaya setempat, maka gagasan-gagasan hal ihwal puritanisme Islam, pendirian negara Islam, khilafah, dan ide semacam itu yang acapkali digaungkan sekelompok orang cenderung kurang mendapat tempat di negara-negara kawasan Asia Tengah ini. Hal itu pula yang menjadikan negara-negara ini relatif aman, damai, dan minim konflik dan kekacauan sosial maupun politik.
Peradaban Islam Di Indonesia
Islam pertama kali masuk Indonesia pada abad ke-7 M melalui jalur perdagangan maritim. Pedagang-pedagang muslim dari berbagai wilayah seperti Gujarat (India), Tiongkok, Arab dan Persia datang ke pelabuhan-pelabuhan Indonesia sekaligus membawa ajaran Islam.
Pedagang muslim Gujarat masuk melalui pelabuhan-pelabuhan di pesisir barat Sumatera sekaligus membawa ajaran Islam dan memperkenalkannya kepada masyarakat Indonesia. Secara hampir bersamaan, para pedagang Persia yang berlayar melintasi jalur perdagangan maritim juga membawa ajara Islam ke Indonesia. Hubungan perdagangan dan kebudayaan antara Persia dan Indonesia menjadi jembatan bagi penyebaran Islam.
Sementara itu jalur perdagangan maritim antara Tiongkok dan Indonesia juga menjadi sarana penyebaran agama Islam. Para pedagang Tiongkok membawa ajaran Islam bersama barang dagangan mereka. Selain itu, para jemaah haji dan peziarah dari Mekkah yang kembali ke Indonesia juga membawa ajaran Islam untuk disebarkan.
Pengaruh Islam semakin mendalam di wilayah pesisir utara Sumatera dan Jawa pada abad ke-13 M. Kerajaan Samudera Pasai di Aceh maupun Kerajaan Demak di Jawa muncul sebagai pusat-pusat penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia pada saat itu.
Boleh dikata bahwa sejarah Islam di Indonesia telah melewati perjalanan yang panjang dan kaya akan pengaruh budaya, sosial, dan politik. Secara demografi, persebaran umat Islam di Indonesia banyak berada di wilayah Indonesia bagian barat, terutama di wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara untuk wilayah timur persebaran umat Islam berada di daerah Sulawesi, Nusa Tenggara hingga Maluku.
Sampai saat ini jejak sejarah kerajaan Islam di Indonesia masih bisa terlihat meski telah berusia ratusan tahun. Terdapat peninggalan Kerajaan Samudera Pasai di Aceh seperti Cakra Donya, makam Sultan Malik Al-Shaleh, makam Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah, makam Teungku Peuet Ploh Peuet, dan makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah). Selain itu ada juga peninggalan berupa stempel Kerajaan Samudera Pasai dan naskah surat Sultan Zainal Abadin.
Aceh sejak dahulu merupakan tempat peradaban Islam Nusantara. Selain Kerajaan Samudera Pasai, di sana juga terdapat peninggalan dari Kerajaan Aceh Darussalam dengan peninggalan yang monumental berupa Masjid Raya Baiturrahman yang didirikan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612.
Di Jawa Tengah ada Masjid Agung Demak yang dikenaal sebagai peninggalan para wali. Masjid ini menggunakan gaya asli Indomnesia. Di masjid ini juga terdapat peninggalan sejarah lainnya yakni pintu Bledek, yang dilengkapi dengan pahatan yang dibuat pada tahun 1466 oleh Ki Ageng Selo.
Di Makasar terdapat Kerajaan Gowa Tallo yang meninggalkan jejak sejarah berupa alat penangkap ikan dan kapal pinisi, selain Kitab Lontar. Di Jawa Timur, peninggalan makam bercorak Islam tertua di Nusantara adalah makam Fatimah binti Maimun yang meninggal pada 1082 M dan dimakamkan di Desa Leren, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.
Berbeda dengan beberapa negara di Asia Tengah yang mampu mengelola peninggalan sejarah peradaban Islam, di Indonesia berbagai peninggalan sejarah itu kurang mendapatkan perhatian yag cukup dari pemerintah untuk dapat dikembangkan sebagai salah satu obyek wisata religi yang ternama. Hal ini dikarenakan keterbatasan pendanaan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Oleh karena itulah sejak masa reformasi, khususnya melalui UU Otonomi Daerah dibuka ruang yang memungkinkan provinsi-provinsi untuk lebih berperan dalam mengatur daerahnya.
Otonomi daerah pada dasarnya merupakan transfer prinsip-prinsip demokrasi dalam pengelolaan pemerintahan maupun budaya politik. Melalui prinsip demokrasi, penyelenggaraan pemerintahan di daerah akan lebih akuntabel dan profesional karena melibatkan peran serta masyarakat secara luas baik dalam menentukan pemimpin melalui pemilihan kepala daerah maupun pelaksanaan program pemerintah di daerah.
Namun demikian, agar otonomi daerah dapat berjalan dengan baik, reformasi birokrasi diperlukan sebagai upaya untuk melakukan perubahan mendasar pada sistem penyelenggaraan pemerintahan. Reformasi birokrasi perlu dilakukan dengan menata ulang proses birokrasi agar bisa lebih supel dan cekatan, terutama di beberapa aspek seperti, namun tidak terbatas pada, manajemen perubahan, deregulasi kebijakan, penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen sumber daya manusia aparatur, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan, serta perbaikan dan peningkatan pelayanan publik.
Hari Prihatono, Peneliti Senior PARA Syndicate, Jakarta. Direktur Eksekutif PROPATRIA Institute 1999-2014
- Perempuan, Faktor Penting Menyongsong Generasi Indonesia Emas 2045
- Pemkab Rembang Siapkan Rp200 Juta Untuk Sarana Pasar Kreatif Lasem
- Polres Rembang Amankan 45 Unit Motor Curian, Empat Tersangka Dibekuk