Bellinda Birton Jadi Cawabup Kudus, Pengamat Politik: Bukti Emansipasi Perempuan dalam Pilkada

Bellinda Putri Sabrina Birton (berjas putih) yang diusung sejumlah parpol siap maju sebagai cawabup dalam Pilkada Kudus 2024 mendampingi Samani Intakoris (baju hitam).
Bellinda Putri Sabrina Birton (berjas putih) yang diusung sejumlah parpol siap maju sebagai cawabup dalam Pilkada Kudus 2024 mendampingi Samani Intakoris (baju hitam).

Majunya Bellinda Putri Sabrina sebagai calon wakil bupati (Cawabup) mendampingi calon bupati (Cabup) Samani Intakoris di Pilkada Kudus 2024, mengundang ketertarikan sejumlah pengamat politik di Jakarta untuk memberikan respon positif.


Kehadiran Bellinda yang berlatar belakang pengusaha dan dokter muda di kontestasi Pilkada Kota Kretek ini, menjadi bukti tidak ada pembeda antara peluang laki-laki dan perempuan dalam kontestasi pesta demokrasi lima tahunan itu.

Bahkan sudah cukup banyak pemimpin daerah dari kalangan perempuan, dan hampir merata di semua provinsi ada pemimpin perempuan. Penilaian itu dipaparkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah 

Beberapa tahun terakhir, kata Dedi, peran serta perempuan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) serta Pilkada semakin mewarnai dunia politik di Indonesia.

"Salah satunya yaitu Bellinda Putri Sabrina Birton yang diusung sejumlah partai politik untuk maju sebagai cawabup dalam Pilkada Kudus 2024 mendampingi Samani Intakoris," terang Dedi saat dihubungi RMOLjateng.id, Sabtu (24/8).

Tentunya dengan pencalonan Bellinda, kata Dedi, menjadi bukti bahwa tidak ada pembeda antara peluang laki-laki dan perempuan dalam Pilkada.

“Kondisi itu tentu merupakan implementasi emansipasi perempuan, karena memang ketokohan perempuan yang tidak dibatasi dalam konstitusi kita," tuturnya. 

Menurut Dedi, negara hanya mengatur batas usia dan batas dukungan politik. Sedangkan untuk jenis kelamin tidak ada aturannya dan hal ini menjadi bukti emansipasi gender.

Dedi menilai bahwa kepemimpinan perempuan merupakan murni proses politik dan demokrasi Indonesia. 

 “Mereka tidak hanya sekedar untuk menangani krisis pemimpin perempuan saja, tetapi diperlukan karena kapasitas kepemimpinannya secara murni," imbuhnya.

Di lain pihak, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus pun mengapresiasi keterlibatan perempuan menjadi pemimpin di sejumlah daerah.

"Walaupun tak menjadi isu utama, munculnya calon kepala daerah perempuan atau wakilnya di beberapa tempat tetap saja sesuatu yang layak diapresiasi," ucap Lucius.

Lucius pun mengakui jika representasi perempuan dalam Pilkada memang tak banyak dibicarakan, karena orang-orang lebih fokus terhadap dukungan partai politik (parpol).

"Pembicaraan atau kepedulian orang lebih banyak fokus pada bagaimana bisa mendapatkan dukungan parpol sebanyak-banyaknya bagi calon yang peluangnya menangnya tinggi," tukasnya.