BPN/ATR Kabupaten Demak Bantu Percepatan Ganti Untung Warga Sayung

Istimewa
Istimewa

Kantor Badan Pertanahan Nasional/Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR) Kabupaten Demak ‘turun gunung’ membantu mempermudah proses administrasi dan legalitas 103 bidang tanah milik warga Kecamatan Sayung yang terdampak proyek pembangunan Tol Semarang-Demak.


Hal itu dipastikan dalam giat pemberian Dana Kerohiman Tahap 2 guna Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak seksi 1 yang terletak di Desa Sriwulan, Desa Bedono dan Desa Purwosari, Selasa (27/8).

Pada acara yang dilaksanakan di kantor Kecamatan Sayung ini, proses ganti untung lahan secara total berjumlah Rp49.025.714.110. Menariknya dari dana tersebut, nilai tertinggi Rp5.406.557.100 Atas Nama Tan Hendro Sutanto, warga Semarang.

Sedangkan di Kabupaten Demak dengan Nilai Tertinggi penerima Dana Kerohiman Atas Nama Purwono Widodo sebesar 2.591.722.440. Acara pemberian dana kerohiman ini juga akan kembali dilaksanakan hari Rabu (besok-red).

Sebelummnya, proyek Jalan Tol Semarang-Demak Seksi 1 masih menyisakan kendala pembebasan lahan. Masyarakat pemilik lahan banyak yang menolak lahan mereka dibeli karena merasa nilai ganti ruginya belum sesuai. 

Project Manager Tol Road Development Semarang-Demak IA Adhi Setyawan mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan pemerintah provinsi untuk masalah pembebasan lahan dan ganti rugi. Kontraktor sendirian tak sanggup, karena masyarakat sulit diajak mediasi. 

"Masalah pembebasan lahan paling sulit karena tidak ada titik temu kontraktor dan masyarakat. Buntu, padahal jika sudah siap, pengerjaan proyek bisa dilanjutkan dan dikebut," kata Adhi, baru-baru ini. 

Secepatnya di tahun 2024 ini, Adhi pun memastikan, kontraktor pelaksana berusaha agar lahan milik masyarakat terkena proyek seluruhnya dapat dibebaskan agar Tol Semarang-Demak tidak mundur dari target. 

"Tetap harus 2024 ini selesai semuanya untuk lahan. Kita tidak ingin target 2025 siap kembali tertunda karena masalah lahan," tambah Adhi. 

Sulitnya proses dihadapi kontraktor, kata Adhi, masyarakat pemilik lahan karena meminta nilai ganti ruginya tinggi, sehingga belum menemukan kata sepakat antara pihak-pihak di dalam pembebasan lahan. Namun, dengan mediasi pemerintah daerah diharapkan bisa membantu agar proses cepat selesai. 

"Kita sudah minta bantuan ke pemerintah provinsi Jawa Tengah agar bisa mendorong masyarakat bisa menyepakati nilai ditetapkan. Jika lama sekali proses ini, risikonya membuat proses konstruksi terkendala. Jika deal antara pemerintah, kita selaku kontraktor, dan masyarakat, kemungkinan bisa on time sesuai target," terang Adhi lagi.