Darurat Arsitektur Hunian Demak-an Bagian II

Prof. Ir. Totok Rusmanto, M.Eng
Prof. Ir. Totok Rusmanto, M.Eng

Demak - Tradisi Gendheng/Genteng Kelir Ber-Angka Tahun hanya terbatas di Demak dan tidak terdapat di daerah Pesisir Wetan lainnya.

Kini di Kabupaten Demak sulit ditemukan gendheng/genteng ber-angka tahun. Suatu hal yang sangat disayangkan. Mungkin karena tidak ada yang menginformasikan kepada warga Kabupaten Demak, khususnya warga Kota Demak, bahwa gendheng/genteng ber-angka tahun adalah khas Demak dan tidak ada di daerah lain di Nusantara Indonesia yang memiliki tradisi semacam.

Gejala akan hilangnya gendheng/genteng ber-angka tahun untuk penutup dudur atau jurai, dan gendheng/genteng wayangan dan kelir telah terlihat setelah tahun 1982 ketika genteng beton mulai memasyarakat. Mungkin karena genteng beton dinilai lebih kuat, tahan lama, dan tahan terhadap cuaca ekstrem. Genteng beton terbuat dari bahan utama pasir, semen dan fly ash yang dicetak dengan menggunakan cetakan standar untuk genteng beton gelombang dan genteng beton datar (flat).

Sebelumnya genteng tanah liat yang tipis dan ringan digantikan genteng yang lebih tebal jenis karang pilang asal Kelurahan dan Kecamatan Karangpilang, Surabaya, atau pun jenis sokka asal Dusun Sokka, Desa Kedawung, Kecamatan Pejagoan Kebumen yang mulai diproduksi sekitar tahun 1920.

Genteng tanah liat yang tipis dan ringan diproduksj masyarakat Desa Mayong Lor, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara. Dari percobaan rekonstruksi Selat Muria, Mayong terletak di Pulau Muria, di tepi utara dari Selat Muria. Kondisi geografis tersebut memungkinkan genteng tanah liat telah diproduksi sejak masa Kesultanan Demak khususnya di Kadipaten Tidunan ataupun di Kadipaten Jepara.

Angka tahun di gendheng/genteng kelir pada atap omah Pencu Demak-an menggunakan bilangan cacah [0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9]. Bilangan cacah dimulai pada tahun 825 M ketika Al-Kawarizmi menulis gentang Al-Jabr wa al Muqbala atau Algoritma de Numero Indorum yang kemudian menghasilkan ilmu Aljabar. Bilangan cacah resmi digunakan di Eropa sejak tahun 1500 M, mungkin telah digunakan sebelumnya di Samodra Pasai.

Penggunaan candra sengkala (candra = sebutan, nama; sengkal = hitungan tahun) untuk menginformasikan secara tersamar angka tahun berdirinya bangunan (masjid) atau pun elemen bangunannya menunjukkan penggunaan bilangan cacah pada atap omah Pencu Demak-an paling cepat setelah tahun berdirinya Masjid Kudus (1549 M) yang ditandai dengan candra sengkala, gapuro rusak ewahing jagad

Omah Pencu Demak-an dan angka tahun berdirinya bangunan pada gendheng wuwung-nya adalah kekhasan arsitektur hunian Demak-an yang tidak ada di daerah lain di Indonesia. Hal ini harus diselamatkan dan dilestarikan.

Mungkin caranya, ada minimal 1 (satu) omah pencu Demak-an dilestarikan di setiap desa di Kabupaten Demak. Maka di Kabupaten Demak yang mencakup 6 kelurahan dan 243 desa akan terdapat 249 omah pencu Demak-an yang menjadi kekhasan dan keunikan arsitektur Kabupaten Demak. Meski pun jumlah tradisi rumah lokal tidak akan sebanyak yang terdapat di Bali.

Tulisan ini sekedar grenengan (gumaman) yang disampaikan di Kolom Pringgitan RMOLJawaTengah yang tidak ada di Omah Pencu Demak-an.

Tulisan Bagian I dari Darurat Arsitektur Hunian Demak-an dapat dibaca dalam tautan berikut:

Darurat Arsitektur Hunian Demak-an

Prof. Ir. Totok Rusmanto, M.Eng. Penggiat Pelestarian Cagar Budaya (Karena Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Jawa Tengah) (Dari 2014 – Sekarang). Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Kota Semarang Dari Tahun 2014), Pengamat Perkembangan Arsitektur. Penerima Penghargaan Upanyasa Bhakti Upapradana Dari Pemprov Jateng di Bidang Pengembangan Arsitektur Di Jawa Tengah. Penggiat Dan Peneliti Arsitektur Nusantara dan aktif di LSAI/Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia dan Dewan Penasehat IPLBI/Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia). Pengamat Urban-Landscape sebagai Dewan Penasehat IALI/Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia Jateng (Dari 2012 – Sekarang). Dosen  Perkembangan Arsitektur, Konservasi/Pelestarian, Mempelopori Kegiatan Survala/Survei Arsitektur Lapangan.